• This is default featured slide 1 title

    Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by NewBloggerThemes.com.

  • This is default featured slide 2 title

    Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by NewBloggerThemes.com.

  • This is default featured slide 3 title

    Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by NewBloggerThemes.com.

  • This is default featured slide 4 title

    Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by NewBloggerThemes.com.

  • This is default featured slide 5 title

    Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by NewBloggerThemes.com.

Terapi Psikoanalisa

PSYCHOANALYSIS TERAPHY
Oleh : AMAR FARUQ, S.Pd
(Guru BK MIS Kementerian Agama Gresik Jawa Timur)


A. Biografi Tokoh
Sigmund Freud (6 Mei 1856 - 23 September 1939) adalah seorang neurolog Austria dan pendiri aliran psikoanalisis dalam psikologi, gerakan yang memopulerkan teori bahwa motif tak sadar mengendalikan sebagian besar perilaku. Selain itu ia juga memberikan pernyataan pada awalnya bahwa prilaku manusia didasari pada hasrat seksualitas pada awalnya (eros) yang pada awalnya dirasakan oleh manusia semenjak kecil dari Ibunya. Pengalaman seksual dari Ibu, seperti menyusui, selanjutnya mengalami perkembangannya atau tersublimasi hingga memunculkan berbagai prilakulain yang disesuaikan dengan aturan norma masyarakat atau norma Ayah.

Namun dalam perjalanannya setelah kolega kerjanya Alferd Adler, mengungkapkan adanya insting mati didalam diri manusia, walaupun Freud pada awalnya menolak pernyataan Adler tersebut dengan menyangkalnya habis-habisan, namun pada akhirnya Freudpun mensejajarkan atau tidak menunggalkan insting seksual saja yang ada didalam diri manusia, namundisandingkan dengan insting mati (Thanatos). Walaupun begitu dia tidak pernah menyinggung asal teori tersebut sebetulnya dikemukakan oleh Adlerawal mulanya. Freud tertarik dan belajar hipnotis di Perancis, lalu menggunakannya untuk membantu penderita penyakit mental. Freud kemudian meninggalkan hipnotis setelah ia berhasil menggunakan metode baru untuk menyembuhkan penderita tekanan Psikologis yaitu asosiasi bebas dan analisis mimpi. Dasar terciptanya metode tersebut adalah dari konsep alam bawah sadar, asosiasi bebas adalah metode yang digunakan untuk mengungkap masalah-masalah yang ditekan oleh diri seseorang namun terus mendorong keluar secara tidak disadari hingga menimbulkan permasalahan. Sedangkan Analisis Mimpi, digunakan oleh Freud dari pemahamannya bahwa mimpi merupakan pesan alam bawah sadar yang abstrak terhadap alam sadar, pesan-pesan ini berisi keinginan, ketakutan dan berbagai macam aktifitas emosi lain, hingga aktifitas emosi yang sama sekali tidak disadari. Sehingga metode Analisis
Mimpi dapat digunakan untuk mengungkap pesan bawah sadar atau permasalahan terpendam, baik berupa hasrat, ketakutan, kekhawatiran, kemarahan yang tidak disadari karena ditekan oleh seseorang. Ketika hal masalah-masalah alam bawah sadar ini telah berhasil di-ungkap, maka untuk penyelesaian selanjutnya akan lebih mudah untuk diselesaikan. Hal-hal ini dilakukan untuk mengembangkan sesuatu yang kini dikenal sebagai "obat dengan berbicara". Hal-hal ini menjadi unsur inti psikoanalisis. Freud terutama tertarik pada kondisi yang dulu disebut histeria dan sekarang disebut sindrom konversi.
Teori-teori Freud, dan caranya mengobati pasien, menimbulkan kontroversi di Wina abad kesembilan belas, dan masih diperdebatkan sengit di masa kini. Gagasan Freud biasanya dibahas dan dianalisis sebagai karya sastra, filsafat, dan budaya umum, selain sebagai debat yang berterusan sebagai risalah ilmiah dan kedokteran ini. Buku pertamanya “The Interpretasi of Dreams” tahun 1990, Freud menunjukkan bagaimana mimpi-mimpinya sendiri ia telaah dan ia tafsirkan, sehingga daripadanya ia memperoleh bahan yang berharga untuk memahami kehidupan psikis. Buku selanjutnya, Introductory Lecture on Psycho-analysis (1920), The Ego And The Id (1923), Future of an Illusion (1927), civilization and Its Discontents (1930), new introdutory lecture psycho-analysis (1940).

B. Hakekat Manusia
Sifat manusia pada dasarnya adalah deterministik. Menurut Pendapat Freud, perilaku manusia ditentukan oleh kekuatan-kekuatan irasional, motivasi yang tidak disadari, dorongan biologis, serta dorongan naluri dan peristiwa yang berhubungan dengan psikoseksual pada masa enam tahun pertama. Insting menurut pendekatan ini adalah sentral, pada mulanya menggunakan libido untuk menanyatakan energi seksual,dan akhirnya memperluas istilah itu untuk energi dari semua kehidupan. Freud juga mempunyai keyakinan benarnya konsep tentang insting maut, kata lain untuk dorongan agresif. Menurut pendapat ini baik dorongan seks maupun dorongan agresif merupakan determinan yang kuat mengapa orang berperilaku seperti apa yang dilakukan

C. Struktur kepribadian
Menurut pandangan psikoanalitik, kepribadian terdiri dari tiga sistem yaitu id, ego, dan superego.

1. Id
Id : komponen kepribadian yang berisi impuls agresif dan orisinal, di mana psinsip kerjanya ‘PLEASURE PRINCIPLE’. Dikendalikan oleh prinsip kesenangan yang tujuannya untuk mengurangi ketegangan, menghindari penderitaan, dan mendapatkan kesenangan, maka id adalah tidak rasional, tidak bermoral, dan didorong oleh satu pertimbangan demi terpenuhinya kepuasan kebutuhan yang bersifat insting sesuai dengan prinsip kesenangan.

2. Ego
Ego : bagian kepribadian yg bertugas sebagai pelaksana, sistem kerjanya pada dunia luar untuk menilai realita dan berhubungan dengan dunia. Ego berperan sebagai eksekutif yang memerintah, mengendalikan, dan mengatur kepribadian. Dibawah perintah prinsip realitas, ego berpikir secara logis dan realitas serta memformulasikan rencana tindakan demi pemuasan kebutuhan.

3. Super Ego
Superego : bagian moral dari kepribadian manusia, merupakan filter dari sensor baik-buruk, salah-benar, blh-tdk sst dilakukan oleh dorogan ego. Fungsinya adalah sebagai wadah impuls id, untuk menghimbau ego agar menggantikan tujuan yang moralistik dengan yang realistik, serta memperjuangkan kesempurnaa

a. Mekanisme Pertahanan Ego
Dalam aliran psikoanalisis dari Sigmund Freud, mekanisme pertahanan ego adalah strategi psikologis yang dilakukan seseorang, sekelompok orang, atau bahkan suatu bangsa untuk berhadapan dengan kenyataan dan mempertahankan citra-diri. Orang yang sehat biasa menggunakan berbagai mekanisme pertahanan selama hidupnya. Mekanisme tersebut menjadi patologis bila penggunaannya secara terus menerus membuat seseorang berperilaku maladaptif sehingga kesehatan fisik dan/atau mental orang itu turut terpengaruhi. Kegunaan mekanisme pertahan ego adalah untuk melindungi pikiran/diri/ego dari kecemasan, sanksi sosial atau untuk menjadi tempat "mengungsi" dari situasi yang tidak sanggup untuk dihadapi. Mekanisme pertahanan dilakukan oleh ego sebagai salah satu bagian dalam struktur kepribadian menurut psikoanalisis Freud selain id, dan super ego. Mekanisme tersebut diperlukan saat impuls-impuls dari id mengalami konflik satu sama lain, atau impuls itu mengalami konflik dengan nilai dan kepercayaan dalam super ego, atau bila ada ancaman dari luar yang dihadapi ego.

Faktor penyebab perlunya dilakukan mekanisme pertahanan adalah kecemasan. Bila kecemasan sudah membuat seseorang merasa sangat terganggu, maka ego perlu menerapkan mekanisme pertahanan untuk melindungi individu. Rasa bersalah dan malu sering menyertai perasaan cemas. Kecemasan dirasakan sebagai peningkatan ketegangan fisik dan mental. Perasaan demikian akan terdorong untuk bertindak defensif terhadap apa yang dianggap membahayakannya. Penggunaan mekanisme pertahanan dilakukan dengan membelokan impuls id ke dalam bentuk yang bisa diterima, atau dengan tanpa disadari menghambat impuls tersebut.

b. Bentuk-bentuk mekanisme pertahanan ego
1. Represi : Yang palign dasar di antara mekanisme pertahanan lainnya. suatu cara pertahanan untuk menyingkirkan dari kesadaran pikiran dan perasaan yang mengancam. represi terjadi secara tidak disadari.
2. Denial /pengingkaran: Memainkan peran defensif, sama seperti represi. orang menyangkal untuk melihat atau menerima masalah atau aspek hidup yang menyulitkan. Denial beroperasi pada taraf preconscius atau conscius
3. Reaction Formation/pembentukan reaksi: Salah satu pertahanan terhadap impuls yang mengancam adalah secara aktif mengekspresikan impuls yang bertentangan dengan keinginan yang mengganggu, orang tidak usah harus menghadapi anxietas yang muncul seandainya ia menemukan dimensi yang ini (yang tidak dikehendaki) dari dirinya. individu mungkin menyembunyikan kebencian dengan kepura-puraan cinta, atau menutupi kekejaman dengan keramahan yang berlebihan.
4. Proyeksi : Mengatribusikan pikiran, perasaan, atau motif yang tidak dapat diterima kepada orang lain. mengatakan bahwa impuls-impuls ini dimiliki oleh “orang lain diluar sana, tidak oleh saya”. Misalnya seorang laki-laki yang tertarik secara seksual kepada anaknya perempuan, mengatakan bahwa anaknyalah yang bertingkah laku seduktif. dengan demikian ia tidak usah harus menghadapi keinginannya sendiri.
5. Displacement/pemindahan : salah satu cara menghadapi anxietas adalah dengan memindahkannya dari objek yang mengancam kepada objek “yang lebih aman”. misalnya orang penakut yang tidak kuasa melawan atasannya melampiaskan hostilitasnya di rumah kepada anak-anaknya
6. Rasionalisasi : kadang-kadang orang memproduksi alasan-alasan “baik” untuk menjelaskan egonya yang terhantam. Rasionalisasi membantu untuk membenarkan berbagai tingkah laku spesifik dan membantu untuk melemahkan pukulan yang berkaitan dengan kekecewaaan. misalnya bila orang tidak mendapatkan posisi yang diinginkannya dalam pekerjaan, mereka memikirkan alasan-alasan logis mengapa mereka tidak mendapatkannya, dan kadang-kadang mereka berusaha membujuk dan meyakinkan dirinya sendiri bahwa sebenarnya dia tidak menghendaki posisi tersebut.
8. Sublimasi : Dari pandangan freud, banyak kontribusi artistik yang besar merupakan hasil dari penyaluran energi sosial atau agresif kedalam tingkah laku kreatif yang diterima secara sosial dan bahkan dikagumi. misalnya impuls agresif dapat disalurkan menjadi prestasi olahraga.
9. Regresi : Beberapa orang kembali kepada bentuk tingkah laku yang sudah   mungkin sudah berusaha untuk menanggulangi kecemasan dengan bertingkah laku tidak dewasa atau tak pantas.
10. Introyeksi : Mekanisme introyeksi terdiri dari mengambil alih dan “menelan” nilai-nilai standar orang lain. misalnya seorang anak yang mengalami penganiayaan, mengambil alih cara orangtuanya menanggulangi stress, dan dengan demikian mengabadikan siklus penganiayaan anak. introyeksi dapat pula positif, bila yang diambil alih adalah nilai-nilai positif dari orang-orang lain.

c. Kesadaran dan ketidaksadaran
1. Pemahaman tentang kesadaran dan ketidaksadaran manusia merupakan salah satu sumbangan terbesar dari pemikiran Freud. Menurutnya,
2. Kunci untuk memahami perilaku dan problema kepribadian bermuladari hal tersebut.
3. Kesadaran merupakan suatu bagian terkecil atau tipis dari keseluruhan pikiran manusia. Hal ini dapat diibaratkan seperti gunung es yang ada di bawah permukaan laut, dimana bongkahan es itu lebih besar di dalam ketimbang yang terlihat di permukaan. Demikianlah juga halnya dengan kepribadian manusia, semua pengalaman dan memori yang tertekan akan dihimpun dalam alam ketidaksadaran.

d. Kecemasan
Kecemasan keadaan tegang yang memaksa kita berbuat sesuatu. Kecemasan berkembnag karena konflik ego dan superego mengenani kontrol akan energi psikis yang ada (Corey, 1995: 143) Kecemasan itu ada tiga: kecemasan realita, neurotik dan moral. (1) kecemasan realita adalah rasa takut akan bahaya yang datang dari dunia luar dan derajat kecemasan semacam itu sangat tergantung kepada ancaman nyata. (2) kecemasan neurotik adalah rasa takut kalau-kalau instink akan keluar jalur dan menyebabkan sesorang berbuat sesuatu yang dapat mebuatnya terhukum, dan (3) kecemasan moral adalah rasa takut terhadap hati nuraninya sendiri. Orang yang hati nuraninya cukup berkembang cenderung merasa bersalah apabila berbuat sesuatu yang bertentangan dengan norma moral

e. Tahap-Tahap Perkembangan Kepribadian
1. Perkembangan manusia dalam psikoanalitik merupakan suatu gambaran yang sangat teliti dari proses perkembangan psikososial dan psikoseksual, mulai dari lahir sampai dewasa.
2. Dalam teori Freud setiap manusia harus melewati serangkaian tahap perkembangan dalam proses menjadi dewasa. Tahap-tahap ini sangat penting bagi pembentukan sifat-sifat kepribadian yang bersifat menetap.

f. Kepribadian orang terbentuk pada usia sekitar 5-6 tahun :
(1) tahap oral, bayi perlu medapatkan kebutuhan pangan dari ibunya. Fiksasi oral adalah ketidak puasan masa oral pada waktu bayi, yaitu akan berakibat menjadi individu yang tidak mudah percaya pada orang lain, penolakan terhadapcinta kasih, rasa takut dan ketidak mampuan menciptakan hubungan yang akrab dengan orang lain. (2) tahap anal: 1-3 tahun, sona anal menjadi bagian signifikan dalam perkembangan kepribadian, fase ini mencangkup tugas perkembangan kebebbasan belajar, penerimaan terhadap kekuatan personal, belajar untuk melampiskan ungkapan negatif seperti amarah dan agresi. (3) tahap palus: 3-6 tahun, konflik dasar pada nafsu seks antar keluarga terdekat. Tahap palus pria yang dikenal dengan oedipus kompleks, pada wanita disebut elektra kompleks. (4) tahap laten: 6-12 tahun, konflik dasar pada nafsu seks antar keluarga terdekat. Tahap palus pria yang dikenal dengan oedipus kompleks, pada wanita disebut elektra kompleks.  (5) tahap genetal: 12-18 tahun, tahap ini adalah tahap puberitas, dan terus berlangsung sampai pada tahap senital. (6) tahap dewasa, yang terbagi dewasa awal, usia setengah baya dan usia senja. Tugas perkembangan dewasa awal yaitu menjalin hubungan yang akrab. Setengah baya merupakan tahap penyesuain antar apa yang dicapai dengan apa yang diinginkan. Usia senja adalah pemaknaan dari apa ynag telah didapat atau menyesal telah apa yang dilakukan.

D. Aplikasi Teori dalam Konseling
1. ”Manusia adalah Makhluk yang Memiliki Kebutuhan dan Keinginan”.
Konsep ini dapat dikembangkan dalam proses bimbingan, denganmelihat hakikatnya manusia itu memiliki kebutuhan-kebutuhan dan keinginan-keinginan dasar. Dengan demikian konselor dalam memberikan bimbingan harus selalu berpedoman kepada apa yang dibutuhkan dan yang diinginkan oleh konseli, sehingga bimbingan yang dilakukan benar-benar efektif.

2. “Kecemasan” yang dimiliki manusia dapat digunakan sebagai wahana pencapaian tujuan bimbingan, yakni membantu individu supaya mengerti dirinya dan lingkungannya; mampu memilih, memutuskan dan merencanakan hidup secara bijaksana; mampu mengembangkan kemampuan dan kesanggupan, memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupannya; mampu mengelola aktivitasnya sehari-hari dengan baik dan bijaksana; mampu memahami dan bertindak sesuai dengan norma agama, sosial, dalam masyarakat.

3. Dengan demikian kecemasan yang dirasakan akibat ketidakmampuannya dapat diatasi dengan baik dan bijaksana. Karena setiap manusia selalu hidup dalam kecemasan, kecemasan karena manusia akan punah, kecemasan karena tidak dapat bersosialisasi dengan lingkungan dll,

4. Bimbingan merupakan wadah dalam rangka mengatasi kecemasan.

5. Pengaruh masa lalu (masa kecil) terhadap perjalanan manusia.
Walaupun banyak para ahli yang mengkritik, namun dalam beberapa hal konsep ini sesuai dengan konsep pembinaan dini bagi anak-anak dalam pembentukan moral individual. Dalam sistem pemebinaan akhlak individual, keluarga dapat melatih dan membiasakan anakanaknya agar dapat tumbuh berkembang sesuai dengan norma agama dan sosial. Norma-norma ini tidak bisa datang sendiri, akan tetapi melalui proses interaksi yang panjang dari dalam lingkungannya. Bila sebuah keluarga mampu memberikan bimbingan yang baik, maka kelak anak itu diharapkan akan tumbuh menjadi manusia yang baik. 6. “Tahapan Perkembangan Kepribadian Individu” dapat digunakan dalam proses bimbingan, baik sebagai materi maupun pendekatan. Konsep ini memberi arti bahwa materi, metode dan pola bimbingan harus disesuaikan dengan tahapan perkembangan kepribadian individu, karena pada setiap tahapan itu memiliki karakter dan sifat yang berbeda. Oleh karena itu konselor yang melakukan bimbingan haruslah selalu melihat tahapan-tahapan perkembangan ini, bila ingin bimbingannya menjadi efektif.

8. “Ketidaksadaran” dapat digunakan dalam proses bimbingan yang dilakukan pada individu dengan harapan dapat mengurangi impulsimpuls dorongan Id yang bersifat irrasional sehingga berubah menjadi rasional.

E. Tujuan Terapi
1. Membuat tidak sadar menjadi sadar;
2. Mengatasi tahap-tahap perkembangan tidak terpecahkan
3. Membantu klien belajar dan mengatasi dabn menyesuaikan
4. Rekonstruksi kepribadian.
F. Peranan Konselor
1. Konselor sebagai ahli; mendorong transferensi dan ekspolrasi ketidaksadaran, menggunakan interpretasi.
2. Konselor bersikap anonim, artinya konselor berusaha tidak dikenalklien, dan bertindaksedikit sekali memperlihatkan perasaan dan pengalamannya. Tujuannya agar klien dengan mudah memantulkan perasaan kepada konselor. Pemantulan ini merupakan proyeksi klien yang menjadi bahan analisis bagi konselor (Willis, 2004: 16)

F. Hubungan Antara Terapis Dan Klien
Hubungan antara klien dengan penganalisis dikonseptualisasikan dalam proses transferensi, yang merupakan inti dari pendekatan psikoanalitik. Transferensi memberi peluang bagi klien untuk melekat pada diri terapis tanggung jawab dari urusan yang belum terselesaikan” yang berasal dari hubungan masa lalu. Transferensi terjadi manakal klien bagkit kembali dari konflik-konflik berat usia dini yang ada hubunagnnya dengan cinta kasih, seksualitas, permusuhan, keresahan dan kemarahan, membawanya kemasa kini, mengalaminya kembali dan lekatannya pada diri penganalisis (Corey, 1995: 169). Pada proses trnsfensi ini, liendapat secara bebas mengungkapkan pengalaman-pengalamnnya agar terapis dapat mengetahui masalh yang dihadapi klien secara lebih detail.

G. Teknik Terapi
1. Asosiasi Bebas, merupakan teknih sentral dari psikoanalisis. Esensinya adalah bahwa klien melaju bersama pikirannya ataupun pendapat dengan jalan serta melaporkannya tanpa ada sensor. Asosiasi merupakan salah satu dari peralatan dasar sebagai pembuka pintu keinginan, khayalan, konflik, serta motivasi yng tidak disadari. (Corey, 1995; 174)

2. Interpretasi, terdiri dari apa yang oleh penganalisis dinaytakan, diterangkan, dan bahkan diajarkan kepada klien arti dari perilaku yang dimanifestasikan dalam mimpi, asosiasi bebas, penentangan dan hubungan teraupetik itu sendiri. Fungsinya adalah memberi peluang kepada ego untuk mengasimilasikan materi baru dan dan untuk memprcepat proses menguak materi diluar kesadaran selanjutnya (Corey, 1995; 174).

3. Analisis mimpi merupakan prosedur yang penting untuk bisa mengungkapkan materi tidak disadari dan untuk bisa memberi klien suatu wawasan ke dalam kawasan problem yang tak terselesaikan (Corey, 1995; 175)

4. analisis resistensi ditujukkan untuk menyadarkan klien terhadap alasan-alasan terjadinya resistensinya konselor meminta klien menafsirkan resistensi (Willis, 2004: 63).

5. analisis transferensi. Konselor mengusakan klien mengembangkan transferensinya agar terungkap neorosisnya terutama pada usia selama lima tahun pertama dalam hidupnya. Konselor menggunakan sifat0sifat netral, objektif, anonim, dan pasif agar agar terungkap transferensi tersebut (Willis, 2004: 63)
Share:

Teori Terapi Gestalt

TERAPI GESTALT
Oleh : AMAR FARUQ, SPd
(Guru BK MIS Kementerian Agama Gresik Jawa Timur)


A. Latar Belakang
Psikologi Gestalt, yang didirikan oleh Max Wertheimer, merupakan kelanjutan dari pemberontakan terhadap molekularisme program Wundt terhadap psikologi, yang menuai simpati banyak orang pada waktu itu, termasuk di dalamnya William James. Kata Gestalt bermakna keseluruhan yang bersatu atau penuh makna, yang malah fokus pada kajian psikologis.

B. Frederick S Fritz Perls (1893-1970) : Tokoh Utama Terapi Gestalt
Terapi Gestalt yang dikembangkan oleh Frederick Perls adalah bentuk terapi eksistensial yang berpijak pada premis bahwa individu-individu menemukan jalan hidupnya sendiri dan menerima tanggung jawab pribadi jika mereka berharap mencapai kematangan. Terapi gestalt berfokus pada apa dan bagaimana-nya tingkah laku dan pengalaman disini dan sekarang dengan memadukan (mengintegrasikan) bagian-bagian kepribadian yang terpecah dan tak diketahui.

Tugas utama terapis adalah membantu klien agar mengalami sepenuhnya keberadaannya disini dan sekarang dengan menyadarkannya atas tindakannya mencegah diri sendiri merasakan dan mengalami saat sekarang. Oleh karena itu terapi Gestalt pada dasarnya non interpratatif dan sedapat mungkin, klien menyelenggarakan terapi sendiri.

C. Hakekat Manusia
1. Pandangan Tentang Sifat Manusia
Pandangan Gestalt tentang manusia berakar pada filsafat eksistensial dan fenomenologi. Pandangan ini menekankan konsep-konsep seperti perluasan kesadaran penerimaan tanggung jawab pribadi, kesatuan pribadi dan mengalami cara-cara yang menghambat kesadaran. Dalam terapinya, pendekatan Gestalt berfokus pada pemulihan kesadaran serta pada pemaduan polaritas-polaritas dan dikotomi-dikotomi dalam diri. Terapi diarahkan bukan pada analis, melainkan pada integrasi yang berjalan selangkah demi selangkah dalam terapi sampai klien menjadi cukup kuat untuk menunjang pertumbuhan pribadinya sendiri.

Pandangan gestalt adalah bahwa individu memiliki kesanggupan memikul tanggung jawab pribadi dan hidup sepenuhnya sebagai pribadi yang terpadu. Disebabkan oleh masalah-masalah tertentu dalam perkembangannya, individu membentuk berbagai cara menghindari masalah dan karenanya, menemui jalan buntu dalam pertumbuhan pribadinya. Terapi menyajikan interuensi dan tantangan yang diperlukan, yang bisa membantu individu memperoleh pengetahuan dan kesadaran sambil melangkah menuju pemanduan dan pertumbuhannya. Dengan mengakui dan mengalami penghambat-penghambat pertumbuhannya, maka kesadaran individu atas penghambat-penghambat itu akan meningkat sehingga dia kemudian bisa mengumpulkan kekuatan guna mencapai keberadaan yang lebih otentik dan vital.

2. Saat sekarang
Bagi Perls, tidak ada yang “ada” kecuali “sekarang”. Karena masa lampau telah pergi dan masa depan belum datang, maka saat sekaranglah yang penting. Salah satu sumbangan utama dari terapi Gestalt adalah penekanannya pada disini dan sekarang serta pada belajar menghargai dan mengalami sepenuhnya saat sekarang. Ketika membicarakan “etos saat sekarang” Polster dan Polster (1973) mengembangkan tesis bahwa “Kekuatan ada pada saat sekarang”.
Pandangan mereka adalah “Kebenaran yang paling sulit diajarkan bahwa hanya sekaranglah yang ada dan bahwa menyimpang darinya berarti menyimpang dari kualitas hidup yang ada pada kenyataan” (Polster dan Polster,1973, hlm 7). Terapis Gestalt secara aktif menunjukkan bagaimana klien bisa dengan mudah lari dari saat sekarang dan memasuki masa lampau atau masa depan. Sasaran Perls adalah membantu orang-orang membuat hubungan dengan pengalaman mereka secara jelas dan segera ketimbang semata-mata berbicara tentang pengalaman-pengalaman itu. Perls yakin bahwa orang-orang cenderung bergantung pada masa lampau untuk membenarkan ketidaksediannya memikul tanggung jawab atas dirinya sendiri dan atas pertumbuhannya. Perls melihat sebagian besar orang mendapat kesulitan untuk tinggal pada saat sekarang. Mereka lebih suka melakukan sesuatu yang lain dari pada menjadi sadar betapa mereka telah mencegah diri sendiri menjalani hidup sepenuhnya.

3. Urusan Yang Tak Selesai
Dalam terapi Gestalt terdapat konsep tentang urusan yang tak selesai, yakni mencakup perasaan-perasaan yang tidak terungkap seperti dendam, kemarahan, kebencian, sakit hati. Kecemasan, kedudukan, rasa berdosa, rasa diabaikan, dan sebagainya.

Urusan yang tak selesai itu akan bertahan sampai ia menghadapi dan menangani perasaan-perasaan yang tak terungkap itu. Ketika berbicara tentang pengaruh-pengaruh urusan yang tak selesai, Polster dan Polster (1973, hlm. 36) mengatakan, “Arah-arah yang tak selesai itu mencari penyelesaian dan apabila arah-arah tersebut memperoleh cukup kekuatan, maka individu disulitkan oleh pikiran yang tak berkesudahan, tingkah laku kompulsif, kehati-hatian, energi yang menekan, dan banyak perilaku mengalahkan diri”. Bagaimana urusan yang tak selesai membentuk pusat keberadaan seseorang, maka semangat pemikiran orang itu menjadi terhambat. Idealnya, orang yang tak terhambat memiliki kebebasan untuk terlibat secara spontan dengan apa saya yang diminatinya sampai minatnya itu terpuaskan dan sesuatu yang lain mengundang perhatiannya. Itu adalah suatu proses yang alamiah. Orang yang hidup menurut irama ini merasa dirinya lues, terbuka dan efektif (Polster dan Polster, 1973, hlm.37).

Menurut Polster dan Polster, terdapat dua kutub penghalang yang menghambat proses. Yang satu adalah obsesi atau kompulsi yang mengarah pada suatu kebutuhan yang kaku untuk menyelesaikan urusan yang tak selesai. Yang lainnya adalah pengalaman belalang yang fokusnya begitu cepar berlalu sehingga penyelesaiannya menjadi terhambat. Dalam pandangan Perls, rasa sesal menjadikan individu terpaku, yakni dia tidak bisa mendekati atau terlibat komunikasi yang otentik sampai dia mengungkapkan rasa sesalnya itu. Jadi menurut Perls, pengungkapan rasa sesal itu merupakan suatu keharusan. Rasa sesal yang tidak terungkapkan acap kali berubah menjadi perasaan berdosa

4. Pengingkaran
a. Sarana menghindarkan diri dr menghadapi tugas yg blm selesai dan pengalaman yang tdk mengenakkan
b. Sebagian besar orang > suka menghindarkan diri dari pengalaman emosi yg menyakitkan daripada berbuat sesat yg diperlukan untuk mendapat perubahan
c. Sulit membebaskan diri diri kesulitan, memblokir kemungkinan mereka untuk tumbuh

5. Lapisan Neurosis
Menyamakan pembeberan kepribadian orang dewasa dengan pengulitan bawang merah (mengupas lima lapisan neurosis : pura-pura (latah tdk otentik, hayal), fobia (menghindar dr kepedihan emosional dengan melihat aspek yg ada dalam diri untuk diingkari), buntu (terpaku dlm proses pendewasaan diri), implosif (menghayati kematian, bukan mengingkari atau melarikan diri), eksplosif (melepaskan peranan semu dan kepura-puraan, ledakan menuju kepedihan atau keceriaan).

6. Kontak Serta Resistensi Terhadap Kontak
a. Bila kita mengadakan kontak dengan lingkungan, adanya perubahan tidak bisa dihindarkan
b. Kontak efektif, berinteraksi dengan org lain tanpa hrs menghilangkan rasa kepribadiannya
c. Kontak efektif, penyesuaian pribadi dengan lingkungan yang kreatif, dan pembaharuan tanpa henti
d. Bertindak mempertahankan diri yang kita kembangkan agar kita tidak menghayati masa kini scr penuh dan sesuai kenyataan (spt MPE, dlm hal ini
5 lapisan neurosis)

D. Tujuan Terapi Gestalt
Tujuan utama konseling Gestalt adalah membantu klien agar berani menghadapi berbagai macam tantangan maupun kenyataan yang harus dihadapinya. Sedangkan tujuan spesifik terapi ini adalah ;
a. Membantu klien agar dapat memperoleh kesadaran pribadi, memahami kenyataan atau realitas, serta mendapatkan insight secara penuh.
b. Membantu klien menuju pencapaian integritas kepribadiannya.
c. Mengentaskan klien dari kondisinya yang tergantung pada pertimbangan orang lain ke mengatur diri sendiri.
d. Meningkatkan kesadaran individu agar klien dapat bertingkah laku menurut prinsip – prinsip Gestalt, semua situasi bermasalah yang muncul dan selalu akan muncul dapat diatasi dengan baik

E. Proses Terapiutik
Tujuan terapi Gestalt bukanlah penyesuaian terhadap masyarakat Sasaran utama terapi Gestalt adalah pencapaian kesadaran. Kesadaran dengan dan pada diri sendiri dipandang kuratif. Tanpa kesadaran, klien tidak memiliki alat untuk mengubah kepribadiannya. Dengan kesadaran, klien memiliki kesanggupan untuk menghadapi dan menerima bagian-bagian keberadaan yang diingkarinya serta untuk berhubungan dengan pengalaman-pengalaman subjektif dan dengan kenyataan. Klien bisa menjadi suatu kesatuan dan menyeluruh. Apabila klien menjadi sadar, maka urusannya yang tidak selesai akan selalu muncul sehingga bisa ditangani dalam terapi.
1. Prinsip kerja Konseling Gestalt
a. Penekanan Tanggung jawab Klien
b. Orientasi Sekarang dan di Sini
c. Orientasi Eksperiensial

2. Fungsi dan peran terapis
Terapi Gestalt difokuskan pada perasaan-perasaan klien, kesadaran atas saat sekarang, pesan-pesan tubuh, dan penghambat-penghambat kesadaran (Corey, 1995: 338). Sasaran terapis adalah kematangan klien dan pembongkaran “hambatanhambatan yang mengurangi kemampuan klien berdiri di atas kaki sendiri”. Tugas terapis adalah membantu klien dalam melaksanakan peralihan dari dukungan
eksternal kepada dukungan internal dengan menentukan letak jalan buntu. Terapis membantu kliennya agar menyadari dan menembus jalan buntu dengan menghadirkan situasi-situasi yang mendorong kliennya itu untuk mengalami keterpurukannya secara penuh. Perls yakin bahwa frustasi-frustasi itu perlu bagi pertumbuhan, sebab tanpa frustasi, orang tidak merasa perlu menggali sumber-sumber dirinya dan menyadari bahwa dia bisa memanipulasi dirinya sendiri sebaik manipulasi yang dilakukannya terhadap orang lai . jika tidak hatihati, maka terapis pun akan tersedot ke dalam manipulasi-manipulasi klien. Perls (1996 a hlm.36) mengemukakan bahwa cara untuk menghindari manipulasi yang mungkin dilakukan klien adalah membiarkan klien menemukan sendiri potensi-potensinya yang hilang. Tugas terapis adalah menyajikan situasi yang menunjang pertumbuhan dengan jalan mengonfrontasikan klien kepada titik tempat dia menghadapi suatu putusan apakah akan atau tidak akan mengembangkan potensi satu fungsi yang penting dari terapis Gestalt adalah memberikan perhatian pada bahasa tubuh kliennya. Perls (1969a, hlm.54) mengatakan bahwa postur gerakan-gerakan, mimikmimik muka, keraguan dan sebagainya, dapat menceritakan kisah yang sesungguhnya. Ia mengingatkan bahwa komunikasi verbal sering mengandung kebohongan dan bahwa jika terapis terpusat pada isi, maka dia kehilangan esensi pribadi klien. Komunikasi yang nyata ada di seberang kata-kata.

Terapis Gestalt sering mengajukan pertanyaan-pertanyaan seperti : Apa yang dikatakan oleh mata anda ? jika saat ini tangan anda bisa bicara, apa yang akan dikatakannya ? Dapatkah anda melangsungkan percakapan antara tangan kanan dan tangan kiri anda ? Orientasi umum dari terapi Gestalt adalah pemikulan tanggung jawab yang lebih besar oleh klien bagi mereka sendiri, bagi pikiranpikiran,
perasaan-perasaan, dan tingkah laku mereka. Terapis mengonfrontasikan kliennya dengan cara-cara mereka sekarang menghindaritanggung jawab mereka serta  meminta mereka agar membuat keputusankeputusan tentang kelanjutan terapi. Tentang apa yang ingin mereka pelajari dari terapi dan tentang bagaimana mereka ingin menggunakanwaktu terapinya.
Persoalan-persoalan lain yang bisa dijadikan butir utama terapi bisa mencakup hubungan antara klien dan trapis serta cara-cara berhubungan yang digunakan oleh klien dengan terapis yang sama dengan yang digunakannya diluar pertemuan terapi.
Secara singkat peran terapis dalam konseling gestalt ini adalah ;
a. Menolong klien bisa mengadakan transisi dari dukungan eksternal menjadi dukungan internal dan ini dialkuakn denagn jalan menemukan lokasi impas. Impas yaitu titik di mana seseorang individu menghindar penghayatan perasaan yang mengancam oleh karenadia mearsa kurang nyaman.
b. Menaruh perhatian pada bahasa tubuh klien juga memberikan tekanan pada hubungan anatra pola bahasa dengan kepribadian (Corey, 1995: 339-340) Sementara klien dalam terapi Gestalt adalah partisipan-partisipan aktif yang membuat penafsiarn-penafsiran dan makna-maknanya sendiri. Merekalah yang mencapai peningkatan kesadaran dan yang menentukan apa yang akan dan tidak akan dilakukan dalam proses belajarnya.(Corey, 1995: 341-342)

3. Hubungan antara terapis dan klien.
Praktek terapi Gestalt yang efektif melibatkan hubungan pribadi ke pribadi antara terapis dan klien. Yang penting adalah terapis secara aktif berbagi persepsi-persepsi dan pengalaman-pengalaman saat sekarang ketika dia menghadapi klien disin dan sekarang. Disamping itu, terapis memberikan umpan balik, terutama yang berkaitan dengan apa yang dilakukan oleh klien melalui tubuhnya. Terapis harus menghadapi klien dengan reaksi-reaksi yang jujur dan langsung serta menantang manipulasi-manipulasi klien tanpa menolak kliensebagai pribadi (Corey, 1995: 344).

F. Teknik-teknik dan Prosedur Terapeutik
Teknik-teknik terapi Gestalt meliputi
1. Latihan Dialog
2. Berkeliling
3. Latihan saya Bertanggung Jawab
4. Bermain Proyeksi
5. Teknik Pembalikan
6 Tetap dengan Perasaan
7. Permainan Ulangan
8. Permainan melebih - lebihkan

Terapi Gestalt adalah lebih dari sekedar sekumpulan teknik atau “permainan-permainan”. Apabila interaksi pribadi antara terapis dan klien merupakan inti dari proses terapeutik, teknik-teknik bisa berguna sebagai alat untuk membantu klien guna memperoleh kesadaran yang lebih penuh. Levitsky dan Peris (1970 : 144-149) menyajikan suatu uraian ringkas tentang sejumlah permainan yang bisa digunakan dalam terapi gestalt antara lain :
a.- Permainan dialog
Terapi gestalt menaruh perhatian yang besar pada pemisahan dalam fungsi kepribadian. Yang paling utama adalah pemisahan antara : “top dog” dan “underdog”. Teknik kursi kosong adalah suatu cara untuk mengajak klien agar mengeksternalisasi introyeksinya. Dalam teknik ini dua kursi diletakkan di tengah ruangan. Terapis meminta klien untuk duduk di kursi yang satu dan memainkan peran sebagai “top dog” dan kemudian pindah ke kursi lain dan menjadi “underdog”.

b. Berkeliling
Adalah suatu latihan terapi gestalt dimana klien diminta untuk berkeliling ke anggota-anggota kelompoknya dan berbicara atau melakukan sesuatu dengan setiap anggota itu. Maksud teknik ini adalah untuk menghadapi,memberanikan dan menyingkapkan diri, bereksperimen dengan tingkah laku yang baru.

c.  Latihan saya bertanggung jawab atas …”
Dalam tahap ini, terapis meminta untuk membuat suatu pernyataan dankemudian menambahkan pada pernyataan itu kalimat “dan saya bertanggungjawab untuk ini”. Teknik ini merupakan perluasan kontinum kesadaran dan dirancang untuk membantu orang agar mengakui dan menerima perasaan-perasaan alih-alih memproyeksikan perasaan-perasaan atau kepada orang lain.

d. Saya memiliki suatu rahasia
Teknik ini dimaksudkan untuk mengeksplorasi perasaan-perasaan berdosadan  malu. Terapis meminta pada klien untuk berkhayal tentang suatu rahasia pribadi yang terjaga dengan baik. Membayangkan bagaimana perasaan mereka dan bagaimana orang lain bereaksi jika mereka membuka rahasia itu.

e.  Bermain proyeksi
Dalam permainan “bermain proyeksi” terapis meminta klien yang mengatakan “saya tidak bisa mempercayaimu” untuk memainkan peran sebagai orang yang tidak bisa menaruh kepercayaan guna menyingkapkan sejauh mana ketidakpercayaan itu menjadi konflik dalam dirinya.

f. Teknik pembalikan
Teori yang melandasi teknik pembalikan adalah teori bahwa klien terjun kedalam suatu yang ditakutinya karena dianggap bisa menimbulkan kecemasan dan menjalin hubungan dengan bagian-bagian diri yang telah ditekan atau diingkarinya. Oleh karena itu, teknik ini bisa membantu para klien untuk mulai menerima atribut-atribut pribadinya yang telah dicoba diingkarinya.
g.  Permainan ulangan
Menurut Perls, banyak pemikiran kita yang merupakan pengulangan. Dalam fantasi, kita mengulang-ulang peran yang kita anggap masyarakat mengharapkan kita memainkannya. Ketika tiba saat menampilkannya, biasanya kita mengalami demam panggung atau kecemasan yakni kita takut tidak mampu memainkan peran kita itu dengan baik. Pengulangan internal menghabiskan banyak energi serga acap kali menghambat spontanitas dan kesediaan kita untuk bereksperimen dengan tingkah laku baru.

h- Permainan melebihi-lebihkan
Permainan ini berhubungan dengan konsep peningkatan kesadaran atas tanda-tanda dan isyarat-isyarat halus yang dikirimkan oleh seseorang melalui bahasa tubuh, gerakan-gerakan, sikap-sikap badan, dan mimic muka bisa mengomunikasikan makna-makna yang penting. Begitupun isyarat-isyarat yang tidak lengkap. Klien diminta untuk melebih-lebihkan gerakangerakannya atau mimik muka secara berulang-ulang, yang biasanya mengitensifkan perasaan yang terpaut pada tingkah laku dan membuat makna bagian dalam lebih jelas.

i.  Tetap dengan perasaan
Teknik ini bisa digunakan pada klien menunjukkan pada perasaan atau suasana hati yang tidak menyenangkan yang ia sangat ingin menghindarinya. Terapis mendesak klien untuk tetap dengan atau menahan perasaan yang ingin menghindarinya itu.

j.  Pendekatan Gestalt terhadap kerja mimpi
Terapi gestalt tidak menafsirkan dan menganalisis mimpi, membawa kembali mimpi kepada kehidupan, menciptakan kembali mimpi. Konsep tentang proyeksi adalah dominant dalam teori perls tentang formasi mimpi. Menurut Perls setiap orang dan setiap obyek yang ada di dalam mimpi merepresentasikan aspek yang diproyeksikan oleh mimpi. Perls (1969a: 67) mengemukakan bahwa “kita bertolak dari asumsi yang mustahil bahwa
apapun yang kita yakini, kita lihat dalam diri orang lain atau dalam dunia
adalah tidak lain suatu proyeksi”. Pembahasan ringkas tentang kerja menangani mimpi ini dimaksudkan untuk memperkenalkan pembaca kepada cara umum dimana mimpi-mimpi merupakan teknik yang berguna dalam terapi gestalt (Corey, 1995: 351-356).
Faktor-faktor yang berhubungan dengan penerapan yang pentas dari teknik-teknik gestalt adalah :
1. Waktu
2. Jenis klien yang ditangani
3. Setting yang dihadapi.
Shepherd (1970 : 234 - 235) menghubungkan diri dengan faktor-faktor tersebut dan menggarisbawahi soal-soal yang direfleksikannya : “Pada umumnya terapi gestalt paling efektif menangani individu-individu yang disosialisasi secara berlebihan, terhambat dan mengerut yang sering dijabarkan sebagai neurotic, fobik, perfeksonistik, tidak efektif, despresif dan lain-lain yang fungsi psikologinya terbatas atau tidak konsisten. Terutama ditandai oleh restriksi-restriksi internalnya dan yang kesenangan hidupnya minimal. Sebagian besar upaya terapi gestalt karenanya diarahkan kepada orang-orang dengan ciri-ciri tersebut.
Share:

Self Efficacy

SELF EFFICACY
Oleh : AMAR FARUQ, S.Pd.
(Guru BK MIS Depag Gresik Jatim)


A. Pengertian Self Efficacy
Menurut Bandura self Efficacy adalah belief atau keyakinan seseorang bahwa ia dapat menguasai situasi dan menghasilkan hasil (outcomes) yang positif (Santrock, 2001). Sedangkan menurut Wilhite (1990) dalam tesis yang berjudul Goal Orientantion, Self Efficacy dan Prestasi Belajar pada Siswa Peserta dan Non Peserta Program Pengajaran Intensif di Sekolah oleh Retno Wulansari tahun 2001, self efficacy adalah suatu keadaan dimana seseorang yakin dan percaya bahwa mereka dapat mengontrol hasil dari usaha yang telah dilakukan.
Menurut Dale Schunk self efficacy mempengaruhi siswa dalam memilih kegiatannya. Siswa dengan self efficacy yang rendah mungkin menghindari pelajaran yang banyak tugasnya, khususnya untuk tugas-tugas yang menantang, sedangkan siswa dengan self efficacy yang tinggi mempunyai keinginan yang besar untuk mengerjakan tugas-tugasnya.
B.  Faktor-faktor yang Mempengaruhi Self Efficacy
Menurut Bandura (1997) dalam Tesis yang berjudul Goal Orientantion, Self Efficacy dan Prestasi Belajar pada Siswa Peserta dan Non Peserta Program Pengajaran Intensif di Sekolah oleh Retno Wulansari tahun 2001, ada beberapa faktor yang mempengaruhi self efficacy yaitu:
1. Pengalaman Keberhasilan (mastery experiences)
Keberhasilan yang sering didapatkan akan meningkatkan self efficacy yang dimiliki seseorang sedangkan kegagalan akan menurunkan self efficacynya. Apabila keberhasilan yang didapat seseorang seseorang lebih banyak karena faktor-faktor di luar dirinya, biasanya tidak akan membawa pengaruh terhadap peningkatan self efficacy. Akan tetapi, jika keberhasilan tersebut didapatkan dengan melalui hambatan yang besar dan merupakan hasil perjuangannya sendiri, maka hal itu akan membawa pengaruh pada peningkatan self efficacynya.

2. Pengalaman Orang Lain (vicarious experiences)
Pengalaman keberhasilan orang lain yang memiliki kemiripan dengan individu dalam mengerjakan suatu tugas biasanya akan meningkatkan self efficacy seseorang dalam mengerjakan tugas yang sama. Self efficacy tersebut didapat melalui social models yang biasanya terjadi pada diri seseorang yang kurang pengetahuan tentang kemampuan dirinya sehingga mendorong seseorang untuk melakukan modeling. Namun self efficacy yang didapat tidak akan terlalu berpengaruh bila model yang diamati tidak memiliki kemiripan atau berbeda dengan model.

3. Persuasi Sosial (Social Persuation)
Informasi tentang kemampuan yang disampaikan secara verbal oleh seseorang yang berpengaruh biasanya digunakan untuk meyakinkan seseorang bahwa ia cukup mampu melakukan suatu tugas.

4. Keadaan fisiologis dan emosional (physiological and emotional states)
Kecemasan dan stress yang terjadi dalam diri seseorang ketika melakukan tugas sering diartikan sebagai suatu kegagalan. Pada umumnya seseorang cenderung akan mengharapkan keberhasilan dalam kondisi yang tidak diwarnai oleh ketegangan dan tidak merasakan adanya keluhan atau gangguan somatic lainnya. Self efficacy biasanya ditandai oleh rendahnya tingkat stress dan kecemasan sebaliknya self efficacy yang rendah ditandai oleh tingkat stress dan kecemasan yang tinggi pula.

C.  Manfaat Self Efficacy
Sebagaimana dikatakan dalam tesis yang berjudul Goal Orientantion, Self Efficacy dan Prestasi Belajar pada Siswa Peserta dan Non Peserta Program Pengajaran Intensif di Sekolah oleh Retno Wulansari tahun 2001, bahwa ada beberapa fungsi dari self efficacy yaitu :
1. Pilihan perilaku
Dengan adanya self efficacy yang dimiliki, individu akan menetapkan tindakan apa yang akan ia lakukan dalam menghadapi suatu tugas untuk mencapai tujuan yang diiinginkannya.
2. Pilihan karir
Self efficacy merupakan mediator yang cukup berpengaruh terhadap pemilihan karir seseorang. Bila seseorang merasa mampu melaksanakan tugas-tugas dalam karir tertentu maka biasanya ia akan memilih karir tesebut.
3. Kuantitas usaha dan keinginan untuk bertahan pada suatu tugas
Individu yang memiliki self efficacy yang tinggi biasanya akan berusaha keras untuk menghadapi kesulitan dan bertahan dalam mengerjakan suatu tugas bila mereka telah mempunyai keterampilan prasyarat. Sedangkan individu yang mempunyai self efficacy yang rendah akan terganggu oleh keraguan terhadap kemampuan diri dan mudah menyerah bila menghadapi kesulitan dalam mengerjakan tugas.
4. Kualitas usaha
Penggunaan strategi dalam memproses suatu tugas secara lebih mendalam dan keterlibatan kognitif dalam belajar memiliki hubungan yang erat dengan self efficacy yang tinggi. Suatu penelitian dari Pintrich dan De Groot menemukan bahwa siswa yang memiliki self efficacy tinggi cenderung akan memperlihatkan penggunaan kognitif dan strategi belajar yang lebih bervariasi.
Sebuah penelitian telah menemukan bahwa ada hubungan yang erat antara self efficacy dan orientasi sasaran (goal orientasi). Self efficacy dan achievement siswa meningkat saat mereka menetapkan tujuan yang spesifik, untuk jangka pendek, dan menantang. Meminta siswa untuk menetapkan tujuan jangka panjang adalah hal yang baik seperti: “Saya ingin malanjutkan ke perguruan tinggi”, tetapi akan sangat lebih baik kalau mereka juga membuat tujuan jangka pendek tentang apa yang harus dilakukan seperti: “Saya harus mendapatka nilai A untuk tes matematika yang akan datang”.

D.  Pengukuran Self Efficacy
Menurut Bandura (1977) sebagaimana dikatakan dalam tesis yang berjudul Goal Orientantion, Self Efficacy dan Prestasi Belajar pada Siswa Peserta dan Non Peserta Program Pengajaran Intensif di Sekolah oleh Retno Wulansari tahun 2001, pengukuran self efficacy yang dimilki seseorang mengacu pada tiga dimensi, yaitu:
1. Magnitude, yaitu suatu tingkat ketika seseorang meyakini usaha atau tindakan yang dapat ia lakukan
2. Strength, yaitu suatu kepercayaan diri yang ada dalam diri seseorang yang dapat ia wujudkan dalam meraih performa tertentu.
3. Generality, diartikan sebagai keleluasaan dari bentuk self efficacy yang dimiliki seseorang untuk digunakan dalam situasi lain yang berbeda.

E. Strategi untuk Meningkatkan Self Efficacy
Untuk meningkatkan self efficacy siswa, ada beberapa strategi yang dapat kita lakukan (Stipek, 1996) yaitu :
1. Mengajarkan siswa suatu strategi khusus sehingga dapat meningkatkan kemampuannya untuk fokus pada tugas-tugasnya.
2. Memandu siswa dalam menetapkan tujuan, khususnya dalam membuat tujuan jangka pendek setelah mereka mebuat tujuan jangka panjang.
3. Memberikan reward untuk performa siswa
4. Mengkombinasikan strategi training dengan menekankan pada tujuan dan memberi feedback pada siswa tentang hasil pembelajarannya.
5. Memberikan support atau dukungan pada siswa. Dukungan yang positif dapat berasal dari guru seperti pernyataan “kamu dapat melakukan ini”, orang tua dan peers.
6. Meyakinkan bahwa siswa tidak terlalu aroused dan cemas karena hal itu justru akan menurunkan self efficacy siswa.
7. Menyediakan siswa model yang bersifat positif seperti adult dan peer. Karakteristik tertentu dari model dapat meningkatkan self efficacy siswa. Modelling efektif untuk meningkatkan self efficacy khususnya ketika siswa mengobservasi keberhasilan teman peer nya yang sebenarnya mempunyai kemampuan yang sama dengan mereka.
Share:

Peranan Guru Kelas Dalam Pelaksanaan Bimbingan Konseling Di Sekolah

PERANAN GURU KELAS DALAM PELAKSANAAN BIMBINGAN KONSELING 
DI SEKOLAH
Oleh : AMAR FARUQ, S'Pd
(Guru BK MIS Depag Gresik Jatim)
 
BAB I
PENDAHULUAN



1. Latar Belakang Masalah
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional no. 20 tahun 2003 pasal 3 dinyatakan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Mahaesa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Sejalan dengan tujuan pendidikan nasional maka dirumuskan tujuan pendidikan dasar yakni memberi bekal kemampuan dasar kepada siswa untuk mengembangkan kehidupannya sebagai pribadi, anggota masyarakat, warga negara dan anggota umat manusia serta mempersiapkan siswa untuk mengikuti pendidikan menengah (pasal 3 PP nomor 28 tahun 1990 tentang Pendidikan Dasar).

Pendidikan dasar merupakan pondasi untuk pendidikan selanjutnya dan pendidikan nasional. Untuk itu aset suatu bangsa tidak hanya terletak pada sumber daya alam yang melimpah, tetapi terletak pada sumber daya alam yang berkualitas. Sumber daya alam yang berkualitas adalah sumber daya manusia, maka diperlukan peningkatan sumber daya manusia Indonesia sebagai kekayaan negara yang kekal dan sebagai investasi untuk mencapai kemajuan bangsa.

Bimbingan konseling adalah salah satu komponen yang penting dalam proses pendidikan sebagai suatu sistem. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Tim Pengembangan MKDK IKIP Semarang bahwa proses pendidikan adalah proses interaksi antara masukan alat dan masukan mentah. Masukan mentah adalah peserta didik, sedangkankan masukan alat adalah tujuan pendidikan, kerangka, tujuan dan materi kurikulum, fasilitas dan media pendidikan, system administrasi dan supervisi pendidikan, sistem penyampaian, tenaga pengajar, sistem evaluasi serta bimbingan konseling (Tim Pengembangan MKDK IKIP Semarang, 1990:58)

Bimbingan merupakan bantuan kepada individu dalam menghadapi persoalan-persoalan yang dapat timbul dalam hidupnya. Bantuan semacam itu sangat tepat jika diberikan di sekolah, supaya setiap siswa lebih berkembang ke arah yang semaksimal mungkin. Dengan demikian bimbingan menjadi bidang layanan khusus dalam keseluruhan kegiatan pendidikan sekolah yang ditangani oleh tenaga-tenaga ahli dalam bidang tersebut.

Di Sekolah Dasar, kegiatan Bimbingan Konseling tidak diberikan oleh Guru Pembimbing secara khusus seperti di jenjang pendidikan SMP dan SMA. Guru kelas harus menjalankan tugasnya secara menyeluruh, baik tugas menyampaikan semua materi pelajaran (kecuali Agama dan Penjaskes) dan memberikan layanan bimbingan konseling kepada semua siswa tanpa terkecuali.

Dalam konteks pemberian layanan bimbingan konseling, Prayitno (1997:35-36) mengatakan bahwa pemberian layanan bimbingan konseling meliputi layanan orientasi, informasi, penempatan dan penyaluran, pembelajaran, konseling perorangan, bimbingan kelompok, dan konseling kelompok.

Guru Sekolah Dasar harus melaksanakan ketujuh layanan bimbingan konseling tersebut agar setiap permasalahan yang dihadapi siswa dapat diantisipasi sedini mungkin sehingga tidak menggangu jalannya proses pembelajaran. Dengan demikian siswa dapat mencapai prestasi belajar secara optimal tanpa mengalami hambatan dan permasalahan pembelajaran yang cukup berarti.

Realitas di lapangan, khususnya di Sekolah Dasar menunjukkan bahwa peran guru kelas dalam pelaksanaan bimbingan konseling belum dapat dilakukan secara optimal mengingat tugas dan tanggung jawab guru kelas yang sarat akan beban sehingga tugas memberikan layanan bimbingan konseling kurang membawa dampak positif bagi peningkatan prestasi belajar siswa.

Selain melaksanakan tugas pokoknya menyampaikan semua mata pelajaran, guru SD juga dibebani seperangkat administrasi yang harus dikerjakan sehingga tugas memberikan layanan bimbingan konseling belum dapat dilakukan secara maksimal. Walaupun sudah memberikan layanan bimbingan konseling sesuai dengan kesempatan dan kemampuan, namun agaknya data pendukung yang berupa administrasi bimbingan konseling juga belum dikerjakan secara tertib sehingga terkesan pemberian layanan bimbingan konseling di SD "asal jalan".

Dalam Pedoman Kurikulum Berbasis Kompetensi bidang Bimbingan Konseling tersirat bahwa suatu sistem layanan bimbingan dan konseling berbasis kompetensi tidak mungkin akan tercipta dan tercapai dengan baik apabila tidak memiliki sistem pengelolaan yang bermutu. Artinya, hal itu perlu dilakukan secara jelas, sistematis, dan terarah. Untuk itu diperlukan guru pembimbing yang profesional dalam mengelola kegiatan Bimbingan Konseling berbasis kompetensi di sekolah dasar.

Berdasar latar belakang tersebut di atas, penulis tergerak untuk melakukan telaah mengenai peran guru kelas dalam pelaksanaan Bimbingan Konseling di Sekolah Dasar.

2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka persoalan mendasar yang hendak ditelaah dalam makalah ini adalah bagaimana peran guru kelas dalam pelaksanaan Bimbingan Konseling di Sekolah Dasar?


BAB II
PEMBAHASAN


1. Hakikat Bimbingan dan Konsling di SD
M. Surya (1988:12) berpendapat bahwa bimbingan adalah suatu proses pemberian atau layanan bantuan yang terus menerus dan sistematis dari pembimbing kepada yang dibimbing agar tercapai perkembangan yang optimal dan penyesuaian diri dengan lingkungan.

Bimbingan ialah penolong individu agar dapat mengenal dirinya dan supaya individu itu dapat mengenal serta dapat memecahkan masalah-masalah yang dihadapi di dalam kehidupannya (Oemar Hamalik, 2000:193).

Bimbingan adalah suatu proses yang terus-menerus untuk membantu perkembangan individu dalam rangka mengembangkan kemampuannya secara maksimal untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya, baik bagi dirinya maupun bagi masyarakat (Tim Pengembangan MKDK IKIP Semarang, 1990:11).

Dari beberapa pendapat di atas dapat ditarik sebuah inti sari bahwa bimbingan dalam penelitian ini merupakan suatu bentuk bantuan yang diberikan kepada individu agar dapat mengembangkan kemampuannya seoptimal mungkin, dan membantu siswa agar memahami dirinya (self understanding), menerima dirinya (self acceptance), mengarahkan dirinya (self direction), dan merealisasikan dirinya (self realization).

Konseling adalah proses pemberian yang dilakukan melalui wawancara konseling oleh seorang ahli kepada individu yang sedang mengalami suatu masalah yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi oleh klien (Prayitno, 1997:106).

Konseling merupakan upaya bantuan yang diberikan kepada seseorang supaya dia memperoleh konsep diri dan kepercayaan pada diri sendiri, untuk dimanfaatkan olehnya dan memperbaiki tingkah lakunya pada masa yang akan datang (Mungin Eddy Wibowo, 1986:39).

Dari pengertin tersebut, dapat penulis sampaikan ciri-ciri pokok konseling, yaitu:
(1) adanya bantuan dari seorang ahli,
(2) proses pemberian bantuan dilakukan dengan wawancara konseling,
(3) bantuan diberikan kepada individu yang mengalami masalah agar memperoleh konsep diri dan kepercayaan diri dalam mengatasi masalah guna memperbaiki tingkah lakunya di masa yang akan datang.

2. Perlunya Bimbingan dan Konseling di SD
Jika ditinjau secara mendalam, setidaknya ada tiga hal utama yang melatarbelangi perlunya bimbingan yakni tinjauan secara umum, sosio kultural dan aspek psikologis. Secara umum, latar belakang perlunya bimbingan berhubungan erat dengan pencapaian tujuan pendidikan nasional, yaitu: meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, berdisiplin, bekerja keras, tangguh, bertanggung jawab, mandiri, cerdas dan terampil serta sehat jasmani dan rohani.

Untuk mewujudkan tujuan tersebut sudah barang tentu perlu mengintegrasikan seluruh komponen yang ada dalam pendidikan, salah satunya komponen bimbingan.

Bila dicermati dari sudut sosio kultural, yang melatar belakangi perlunya proses bimbingan adalah adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat sehingga berdampak disetiap dimensi kehidupan. Hal tersebut semakin diperparah dengan laju pertumbuhan penduduk yang tinggi, sementara laju lapangan pekerjaan relatif menetap.

Menurut Tim MKDK IKIP Semarang (1990:5-9) ada lima hal yang melatarbelakangi    perlunya layanan bimbingan di sekolah yakni:
(1) masalah perkembangan individu,
(2) masalah perbedaan individual,
(3) masalah kebutuhan individu,
(4) masalah penyesuaian diri dan kelainan tingkah laku, dan
(5) masalah belajar

3. Fungsi Bimbingan dan Konseling di SD
Sugiyo dkk (1987:14) menyatakan bahwa ada tiga fungsi bimbingan dan konseling, yaitu:
a. Fungsi penyaluran ( distributif )
Fungsi penyaluran ialah fungsi bimbingan dalam membantu menyalurkan siswa-siswa dalam memilih program-program pendidikan yang ada di sekolah, memilih jurusan sekolah, memilih jenis sekolah sambungan ataupun lapangan kerja yang sesuai dengan bakat, minat, cita-cita dan ciri- ciri kepribadiannya. Di samping itu fungsi ini meliputi pula bantuan untuk memiliki kegiatan-kegiatan di sekolah antara lain membantu menempatkan anak dalam kelompok belajar, dan lain-lain.
b. Fungsi penyesuaian ( adjustif )
Fungsi penyesuaian ialah fungsi bimbingan dalam membantu siswa untuk memperoleh penyesuaian pribadi yang sehat. Dalam berbagai teknik bimbingan khususnya dalam teknik konseling, siswa dibantu menghadapi dan memecahkan masalah-masalah dan kesulitan-kesulitannya. Fungsi ini juga membantu siswa dalam usaha mengembangkan dirinya secara optimal.
c. Fungsi adaptasi ( adaptif )
Fungsi adaptasi ialah fungsi bimbingan dalam rangka membantu staf sekolah khususnya guru dalam mengadaptasikan program pengajaran dengan ciri khusus dan kebutuhan pribadi siswa-siswa. Dalam fungsi ini pembimbing menyampaikan data tentang ciri-ciri, kebutuhan minat dan kemampuan serta kesulitan-kesulitan siswa kepada guru. Dengan data ini guru berusaha untuk merencanakan pengalaman belajar bagi para siswanya. Sehingga para siswa memperoleh pengalaman belajar yang sesuai dengan bakat, cita-cita, kebutuhan dan minat (Sugiyo, 1987:14)

4. Prinsip-prinsip Bimbingan Konseling di SD
Prinsip merupakan paduan hasil kegiatan teoretik dan telaah lapangan yang digunakan sebagai pedoman pelaksanaan sesuatu yang dimaksudkan (Prayitno, 1997:219). Berikut ini prinsip-prinsip bimbingan konseling yang diramu dari sejumlah sumber, sebagai berikut:

a. Sikap dan tingkah laku seseorang sebagai pencerminan dari segala kejiwaannya adakah unik dan khas. Keunikan ini memberikan ciri atau merupakan aspek kepribadian seseorang. Prinsip bimbingan adalah memperhatikan keunikan, sikap dan tingkah laku seseorang, dalam memberikan layanan perlu menggunakan cara-cara yang sesuai atau tepat
b. Tiap individu mempunyai perbedaan serta mempunyai berbagai kebutuhan. Oleh karenanya dalam memberikan bimbingan agar dapat efektif perlu memilih teknik-teknik yang sesuai dengan perbedaan dan berbagai kebutuhan individu.
c. Bimbingan pada prinsipnya diarahkan pada suatu bantuan yang pada akhirnya orang yang dibantu mampu menghadapi dan mengatasi kesulitannya sendiri.
d. Dalam suatu proses bimbingan orang yang dibimbing harus aktif , mempunyai bayak inisiatif. Sehingga proses bimbingan pada prinsipnya berpusat pada orang yang dibimbing.
e. Prinsip referal atau pelimpahan dalam bimbingan perlu dilakukan. Ini terjadi apabila ternyata masalah yang timbul tidak dapat diselesaikan oleh sekolah (petugas bimbingan). Untuk menangani masalah tersebut perlu diserahkan kepada petugas atau lembaga lain yang lebih ahli.
f. Pada tahap awal dalam bimbingan pada prinsipnya dimulai dengan kegiatan identifikasi kebutuhan dan kesulitan-kesulitan yang dialami individu yang dibimbing.
g. Proses bimbingan pada prinsipnya dilaksanakan secara fleksibel sesuai dengan kebutuhan yang dibimbing serta kondisi lingkungan masyarakatnya.
h. Program bimbingan dan konseling di sekolah harus sejalan dengan program pendidikan pada sekolah yang bersangkutan. Hal ini merupakan keharusan karena usaha bimbingan mempunyai peran untuk memperlancar jalannya proses pendidikan dalam mencapai tujuan pendidikan.
i. Dalam pelaksanaan program bimbingan dan konseling di sekolah hendaklah dipimpin oleh seorang petugas yang benar-benar memiliki keahlian dalam bidang bimbingan. Di samping itu ia mempunyai kesanggupan bekerja sama dengan petugas-petugas lain yang terlibat.
j. Program bimbingan dan konseling di sekolah hendaknya senantiasa diadakan penilaian secara teratur. Maksud penilaian ini untuk mengetahui tingkat keberhasilan dan manfaat yang diperoleh dari pelaksanaan program bimbingan. Prinsip ini sebagai tahap evaluasi dalam layanan bimbingan konseling nampaknya masih sering dilupakan. Padahal sebenarnya tahap evaluasi sangat penting artinya, di samping untuk menilai tingkat keberhasilan juga untuk menyempurnakan program dan pelaksanaan bimbingan dan konseling (Prayitno, 1997:219).

5. Kegiatan BK dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi
Berdasakan Pedoman Kurikulum Berbasis Kompetensi bidang Bimbingan Konseling (2004) dinyatakan bahwakerangka kerja layanan BK dikembangkan dalam suatu program BK yang dijabarkan dalam 4 (empat) kegiatan utama, yakni:
a. Layanan dasar bimbingan
Layanan dasar bimbingan adalah bimbingan yang bertujuan untuk membantu seluruh siswa mengembangkan perilaku efektif dan ketrampilan-ketrampilan hidup yang mengacu pada tugas-tugas perkembangan siswa SD.
b. Layanan responsif adalah layanan bimbingan yang bertujuan untuk membantu memenuhi kebutuhan yang dirasakan sangat penting oleh peserta didik saat ini. Layanan ini lebih bersifat preventik atau mungkin kuratif. Strategi yang digunakan adalah konseling individual, konseling kelompok, dan konsultasi. Isi layanan responsif adalah:
(1) bidang pendidikan;
(2) bidang belajar;
(3)bidang sosial;
(4) bidang pribadi;
(5) bidang karir;
(6) bidang tata tertib SD;
(7) bidang narkotika dan perjudian;
(8) bidang perilaku sosial, dan
(9)bidang kehidupan lainnya.
c. Layanan perencanaan individual adalah layanan bimbingan yang membantu seluruh peserta didik dan mengimplementasikan rencana-rencana pendidikan, karir,dan kehidupan sosial dan pribadinya. Tujuan utama dari layanan ini untuk membantu siswa memantau pertumbuhan dan memahami perkembangan sendiri.
d. Dukungan sistem, adalah kegiatan-kegiatan manajemen yang bertujuan memantapkan, memelihara dan meningkatkan progam bimbingan secara menyeluruh. Hal itu dilaksanakan melalui pengembangaan profesionalitas, hubungan masyarakat dan staf, konsultasi dengan guru, staf ahli/penasihat, masyarakat yang lebih luas, manajemen program, penelitian dan pengembangan (Thomas Ellis, 1990)

Kegiatan utama layanan dasar bimbingan yang responsif dan mengandung perencanaan individual serta memiliki dukungan sistem dalam implementasinya didukung oleh beberapa jenis layanan BK, yakni:
(1) layanan pengumpulan data,
(2) layanan informasi,
(3) layanan penempatan,
(4) layanan konseling,
(5) layanan referal/melimpahkan ke pihak lain, dan
(6) layanan penilaian dan tindak lanjut (Nurihsan, 2005:21)

6. Peran Guru Kelas dalam Kegiatan BK di SD
Implementasi kegiatan BK dalam pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi sangat menentukan keberhasilan proses belajar-mengajar. Oleh karena itu peranan guru kelas dalam pelaksanaan kegiatan BK sangat penting dalam rangka mengefektifkan pencapaian tujuan pembelajaran yang dirumuskan.

Sardiman (2001:142) menyatakan bahwa ada sembilan peran guru dalam kegiatan BK, yaitu:
a. Informator, guru diharapkan sebagai pelaksana cara mengajar informatif, laboratorium, studi lapangan, dan sumber informasi kegiatan akademik maupun umum.
b. Organisator, guru sebagai pengelola kegiatan akademik, silabus, jadwal pelajaran dan lain-lain.
c. Motivator, guru harus mampu merangsang dan memberikan dorongan serta reinforcement untuk mendinamisasikan potensi siswa, menumbuhkan swadaya (aktivitas) dan daya cipta (kreativitas) sehingga akan terjadi dinamika di dalam proses belajar-mengajar.
d. Director, guru harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan.
e. Inisiator, guru sebagai pencetus ide dalam proses belajar-mengajar.
f. Transmitter, guru bertindak selaku penyebar kebijaksanaan dalam pendidikan dan pengetahuan.
g. Fasilitator, guru akan memberikan fasilitas atau kemudahan dalam proses belajar-mengajar.
h. Mediator, guru sebagai penengah dalam kegiatan belajar siswa.
i. Evaluator, guru mempunyai otoritas untuk menilai prestasi anak didik dalam bidang akademik maupun tingkah laku sosialnya, sehingga dapat menentukan bagaimana anak didiknya berhasil atau tidak.
Share:

Popular Posts

Recent Posts