• This is default featured slide 1 title

    Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by NewBloggerThemes.com.

  • This is default featured slide 2 title

    Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by NewBloggerThemes.com.

  • This is default featured slide 3 title

    Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by NewBloggerThemes.com.

  • This is default featured slide 4 title

    Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by NewBloggerThemes.com.

  • This is default featured slide 5 title

    Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by NewBloggerThemes.com.

Konseling Kelompok

KONSELING KELOMPOK
Oleh : AMAR FARUQ, S.Pd



A.     Pengertian Konseling Kelompok
Menurut Shertzer and Stone (1981), Konseling Kelompok merupakan suatu proses dimana seorang konselor terlibat didalam suatu hubungan dengan sejumlah kolen pada waktu yang sama. Gazda (1984) mengemukakan pengertian konseling kelompok sebagai suatu proses interpersonal yang dinamis dengan memusatkan kepada kesadaran pikiran dan prilaku, serta berdasarkan fungsi-fungsi terapi yang bersifat memberi kebebasan berorientasi terhadap kenyataan, katarsis, saling mempercayai, memelihara, memahami, dan mendukung. Fungsi terapi diwujudkan dalam kelompok kecil melalui pertukaran masalah-masalah pribadi dengan anggota lain dan konselor. Kelompok klien dapat menggunakan interaksi kelompok untuk meningkatkan pemahaman dan penerimaan nilai-nilai dan tujuan serta untuk belajar sikap dan prilaku tertentu. Selanjutnya Gazda menyebutkan bahwa konseling kelompok dapat digunakan untuk membantu menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dalam tujuh bidang. Yaitu psikososial, vocational, kognitif, fisik, seksual, moral, dan afektif.
Menurut Rochman Natawidjaya (1987:14) menyatakan bahwa konseling kelompok merupakan bantuan kepada individu dalam rangka memberikan kemudahan dan pertumbuhan (bersifat pencegahan) dan juga dapat bersifat penyembuhan (kuratif). Marle M. Ohlsen (1970) menyatakan bahwa konseling kelompok adalah suatu hubungan antara konselor dengan satu atau lebih klien yang penuh perasaan penerimaan, kepercayaan dan rasa aman. Dalam hubungan ini klien belajar menghadapi, mengekspresikan dan menguasai perasaan-perasaan, serta pemikiran-pemikiran yang mengganggunya dan merupakan suatu masalah baginya. Mereka mengembangkan keberanian dan kepercayaan kepada diri sendiri, mengamalkan apa yang dipelajari dalam mengubah tingkah laku.
Sedangkan menurut Aryatmo Siswohardjono (1980), mengemukakan dalam konseling kelompok pemecahan masalah dilaksanakan dalam situasi kelompok. Anggota kelompok biasanya meliputi orang yang mempunyai masalah yang bersamaan atau memperoleh mamfaat dari partisipasinya dalam konseling kelompok. Intensitas dan sifat interaksi dalam proses konseling sesuai dengan : (1) tipe konseling, (2) tujuan, (3) pribadi konselor anggota

B.    Landasan Perlunya Konseling kelompok
Para siswa  sekolah menengah (SLTP/SLTA) sedang pada masa remaja dan salah satu ciri masa remaja adalah komformitas yang tinggi terhadap teman terutama teman sebaya. Dalam kelompok teman sebaya, remaja dapat memperbaiki konsep dirinya dan menunjukkan identitas diriny. Pada proses konseling kelompok, dinamika kelompok teman sebaya dapat imanfaatkan dalam rangka membantu dirinya dan teman-temannya untuk mencapai perkembangan.
Rochman Natawidjaya (1987:16) menyatakan konseling kelompok perlu diberikan kepada semua siswa, meskipun mereka tidak memperlihatkan gejala adanya kesulitan yang gawat. Selanjutnya ia menyatakan bahwa pemberian konseling kelompok itu tanpak sebagai konseling biasa saja dan tidak hanya terdiri atas individu-individu yang memiliki masalah serius.

C.    Tanggung Jawab Penyelenggraan Konseling Kelompok
1.      Tanggung Jawab Konselor
Pengetahuan, kecakapan, serta ketrampilan konselor adalah merupakan kunci utama keberhasilan penyelenggaraan konseling kelompok. Pengalaman-pengalaman konselor dalam melaksanakan konseling perorangan sering kali dipakai sebagai dalam menetapkan pelaksanaan konseling kelompok. Tanggung jawab konselor dalam konseling kelompok sejajar dengan tanggung jawab dalam situasi konseling individual.
Pendapat serta pandangan-pandangan klien secara keseluruhan diperoleh konselor dari anggota dan interaksi anggota dalam kelompok dengan memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada anggota untuk mengekspresikan dirinya sendiri sesuai dengan keinginannya sendiri dalam kegiatan kelompok.
George R. Bach (dalam Shetzer & Stone, 1981), mengemukakan beberapa hal yang boleh dikerjakan dan tidak boleh dikerjakan konselor
Yang boleh dilakukan konselor yaitu :
a.  Mencoba mendalami tingkat emosi klien dalam merefleksikan pengalaman-pengalamannya.
b.  Memberikan peringatan pada sekelompok klien terutama yang bersangkut paut dengan tindakan konstruktif yang merupakan suatu manifestasi dari kapasitas bantuan untuk semua orang, dimana dia akan dapat berkemauan untuk tumbuh dan berkembang.
c.   Memberikan suatu layanan yang bersifat memuji anggota kelompok.
d.  Memberikan penghargaan terhadap tanggung jawab kepemimpinannya, yaitu berupa janji atau harapan dan ancaman untuk kelompok.
e.  Mengkontribusikan kelompok secara langsung atau keitidakmampuannya dan demokrasi kepemimpinannya secara klinikal, cukup dengan memberi nasehat yang semuanya berkaitan dengan pemahaman diri.
f.    Secara bersama-sama melakukan apa yang ingin diketahuinya atau dipahaminya, juga perasaan pribadinya, pengalaman-pengalamannya, serta nilai-nilai dalam kelompok.
g.  Membantu klien dalam kelompok untuk mengingatkan toleransinya pada individu-individu yang berbeda, dimana mereka memiliki pengaruh yang begitu besar dalam latihan
h.  Mencoba untuk mengukur dengan tepat dan benar, sert merefleksikan sebagian besar konsensus kelompok dengan berbagai topik.
i.    Mempelajari perbedaan antara pengaruh kelompok dengan pengaruh individu.
j.    Memiliki wewenang untuk memecahkan masalah-masalah yang dapat membingungkan atau hal-hal yang menimbulkan teka-teki.
k.   Mencari jalan keluar dalam mencapai tujuan dari konseling, yaitu kesejahteraan dari tiap-tiap individu.
l.    Merefleksikan dan memperkokoh kebiasaan-kebiasaan yang wajar dari kelompok.tetapi biasanya minat yang terpendam memiliki pengaruh yang selaras dengan kesadaran dari semua unsur yang terlibat dalam kelompok.
m. Meneliti, mengamatin, dan respek terhadap kebijakan yang bersifat konstruktif yang tanpa disadari merupakan suatu manifestasi dirinya dengan klien.
n.  Menerima peranannya untuk melindungi terapiutik yang menyebabkan rasa tertekan dan dapat menemukan bentuk-bentuk komunikasi bersama secara eksplisit.
o.  Merumuskan dengan jelas obyektifitas terapi yang ingin dicapai dan diharapkannya, dan kemungkinannya untuk dapat dicapai.
p.  Memberikan informasi tentang struktur kepribadian yang mantap, dan frekuensi ketidakpercayaan, dan mencoba secara kontinyu agar setiap klien mengadakan seleksi terapiutik, diagnosis dan prognosis dengan kebutuhan yang nyata dalam psikoterapi yang intenif.
q.  Menerima prinsip-prinsip saling ketergantungan sosial dalam kepribadian manusia.
r.    Mengadakan penilaian, membuat rekaman dan menukar ide-ide dengan teman sekerjanya.
Sedangkan yang tidak boleh dikerjakan konselor, yaitu :
a.  Meremehkan klien dengan maksud untuk mendorong ketidaksadaran dan motif-motif klien.
b.  Bertingkah laku yang spontan dalam terapi kelompok, terutama bagi klien yang memiliki penyimpangan-penyimpangan tingkah laku sosial dalam diskusi kelompok.
c.   Mendorong atau memperkuat kecenderungan kebiasaan klien dengan secara langsung menggunakan kewibawaan serta kewenangan dalam menyembuhkan klien.
d.  Mengecewakan hati klien dengan masalah-masalah yang ruwet pathology (penolakan patologis), dan hubungan dengan konformitasnya yang normal.
e.  Membiarkan klien cenderung memiliki semangat yang tinggi untuk menekan realitas.
f.    Memberikan dorongan kepada klien untuk mengadakan komunikasi dengan kekuatan, untuk menekan kelompok secara keseluruhan atau masyarakat pada umumnya,
g.  Berperan atau berlaku sebagai ayah dalam kelompok.
h.  Melupakan klien yang telah mengakhiri hubunan konselingnya.

2.      Tanggung jawab klien
Beberapa peranan anggota kelompok dalam upaya menumbuhkan, mengembangkan, dan menghidupkan kelompok adalah sebagai berikut :
a.  Encourager, yakni memberi semangat, memuji, menyetujui, dan menerima ide-idenya, menunjukkan kehangatan dan memiliki sikap solidaritas terhadap anggota-anggota kelompok.
b.  Harmonizer, yakni menengahi pertentangan-pertentangan yang terjadi antar anggota dalam kelompok, dan berusaha menggabungkan perbedaan pendapat, serta mengurangi ketegangan kelompok.
c.   Compromiser, yakni berusaha mencairkan konflik yang terjadi dalam kelompok yang berkaitan dengan masalah posisi dan statusnya dalam kelompok. Mengakui kesalahan yang diperbuat dan bersedia unk menyerahkan kedudukannya dalam kelompok.
d.  Gatekeeper dan expediter, yakni mendorong dan memperlancar partisipasi dalam anggota kelompok lainnya, membuka dengan tetap bersikap sebagai pendengar yang baik, dan menutup serta memberikan reaksi terhadap suatu masalah.
e.  Standart setter atau Ego ideal, yakni menstandarisasi ekspresi kelompok dalam mencoba menilai kualitas dari proses kelompok.
f.    Group observer dan Comentator, yakni membuat rekaman dari segala kegiatan proses dalam kelompok dan mengkontribusikan data untuk mengadakan interpretasi perencanaan dan evaluasi kelompok sesuai dengan prosedur yang benar.
g.  Follower, yakni mengikuti kegiatan kelompok secara terus menerus tetapi bersikap pasif. Berfungsi sebagai pendengar yang baik terhadap apa yang dikemukakan oleh anggota kelompok.
Beberapa peranan yang harus dihindari oleh para anggota kelompok, yaitu peranan yang bersifat antio atau merusak tewrhadap kelompok. Peranan yang negatif tersebut adalah sebagai berikut :
a.  Aggresor, yakni merendahkan status orang lain, mencela apa yang dieksprsikan orang lain, memecah belah kelompok, memperlihatkan rasa iri hati, dan sebagainya.
b.  Blcker, yakni bersikap keras kepala, rewel, serta menentang segala sesuatu yang tidak cocok dengan keinginan tapi tidak secara logis.
c.   Recognition sekeer, yakni mencoba untuk memperoleh perhatian dari orang lain untuk dirinya sendiri dengan cara membanggakan diri sendiri, memberikan informasi, keterangan tentang keadaan pribadinya serta kecakapan pribadinya.
d.  Self-Confressor, yakni memanfaatkan kelompok untuk mengekspresikan diri pribadinya, orientasinya non grou, baik perasaan, insight, ideologinya maupun yang lainnya.
e.  Playboy, yakni orang yang menunjukkan kekurangterlibatan dalam kerjasama dengan kelompok. Tindakan-tindakannya boleh dikatakan berbentuk atau bersifat sinisme, main-main, dan bertingkah laku kasar dan brutal.
f.    Dominator, yakni orang yang mencoba menggunakan wewenang dan kekuasaan untuk memanipulasi kelompok atau beberapa individu dalam kelompok, menjilat dan menuntut untuk memperoleh status.
Dari uraian di atas, nampaknya konselor sebagai pemimpin kelompok hendaknya dapat mengarahkan anggota kelompok agar dapat melakukan tugas dan peranan dengan baik agar kegiatan dalam konseling kelompok dapat dilaksanakan dan mencapai tujuan yang diharapkan.

D.    Tujuan Konseling Kelompok
Tujuan konseling kelompok menurut Gibson & Mitchell (1981) tujuan konseling kelompok ialah pencapaian suatu tujuan pemenuhan kebutuhan, dan pemberian suatu pengalaman nilai bagi setiap anggota kelompok. Sedangkan menurut Munro & Dinkmeyer meringkas tujuan-tujuan konseling kelompok adalah :
1.  Untuk membantu setiap anggota kelompok mengetahui dan memahami dirinya, untuk membantu dengan proses pencarian identitas.
2.  Sebagai suatu hasil pemahaman diri, untuk mengembangkan penerimaan diri dan perasaan pribadi yang berharga.
3.  Untuk mengembangkan ketrampilan sosial dan ketrampilan interpersonal yang memungkinkan orang untuk menanggulangi tugas-tugas  perkembangan dalam bidang pribadi dan sosial.
4.  Untuk mengembangkan kemampuan pengarahan diri, pemecahan masalah, pengambilan keputusan dan untuk mentranfer kemampuan tersebut kedalam kontak sosial dan sekolah.
5.  Untuk mengembangkan sensitivitas terhadap kebutuhan yang lain dan pengakuan tanggung jawab atas prilakunya sendiri. Untuk menjadi lebih mampu dalam mengidentifikasi perasaan orang disamping mengembangkan kemampuan yang lebih besar untuk menjadi empatik.
6.  Untuk belajar menjadi seorang pendengar yang empatik yang mendengarkan tidak hanya apa yang dikatakan tetapi juga perasaan yang menyertai apa yang dikatakan.
7.  Untuk menjadi persis dengan dirinya (menjadi diri sendiri = be your self)
8.  Untuk membantu setiap anggota merumuskan tujuan khusus yang dapat diukur dan diamati bagi dirinya, untuk membuat suatu komitmen ke arah pencapaian tujuan tersebut.

E.     Pelaksanaan Konseling kelompok
Pada dasarnya tidak terdapat perbedaan yang fundamental dalam pelaksanaan konseling individual dan konseling kelompok. Akan tetapi dalam hal tertentu ada beberapa pertimbangan yang harus diperhatikan dalam melaksanakan konseling kelompok, yaitu :
1.  Memilih anggota kelompok
Anggota kelompok yang akan berpartisipasi dalam konseling kelompok hendaknya dipertimbangkan dan dipilih secara cermat agar pelaksanaannya dapat berjalan secara baik. Para anggota hendaknya memilki kesamaan minat dan maslah, adanya homogenitas dalam pengelompokan dilihat dari usia, kematangan sosial, pengalamandan sebagainya. Disamping itu hendaknya klien memiki keingina untuk memperoleh bantuan, memiliki kemauan untuk mengemukakan maslah dan keadaan dirinya, dan bersedia berpartisipasi dalam kelompok
2.  Ukuran kelompok
Banyaknya anggota kelompok dapat mempengaruhi komunikasi dan interaksi antar mereka. Oleh karena itu konselor hendaknya memperhitungkan banyaknya anggota dalam kaitannya dengan keefektifan interaksi di dalamnya. Biasanya antara 5 sampai 8 orang anggota dapat dipandang cukup memadai. Namun pelaksanaannya tergantung dari proses dan isi konseling
3.  Lama dan frekwensi pertemuan
Konselor hendeaknya memperhitungkan berapa lama dan berapa kali pertemuan berlangsung. Biasanya berkisar antara 30 menit samapi dengan 1 jam untuk setiap pertemuan, dan dapat dilakukan seminggu sekali atau seminggu dua kali atau dua minggu.
4.  Hakekat hubungan
Hendaknya diperhatikan benar bentuk hubungan dalam proses konseling. Apakah hubungan terapiutik terletak pada interaksi para anggota ataukah antara konselor dengan anggota. Sehubungan dengan ada dua model hubungan, yaitu : hubungan yang berpusat pada para anggota, dan hubungan yang berpusat pada  konselor
5.  Mengembangkan dan memelihara hubungan
Dalam pelaksanaan konseling kelompok, konselor hendaknya dapat menciptakan dan mengembangkan hubungan antara anggota dengan konselor dan antar anggota kelompok. Para anggota hendaknya diusahakan agar selama konseling setiap anggota dapat : (a) mendengarkan secara mendalam, (b) membantu orang lain untuk bicara, (c) mendiskusikan masalah, (d) mendiskusikan perasaan, (e) mengkonfrontisasi, (f) merencanakan tindakan..
6.  Tanggung jawab konselor
Ketrampilan dan kepercayaan konselor pada dasarnya merupakan kunci suksesnya konseling kelompok. Pengalaman dalam konseling individual dapat merupakan dasar bagi kelancaran bekerja dalam kelompok. Menurut Kottler (Shertzer & Stone, 1980:369) ketrampilan konselor dalam konseling kelompok meliputi : (a) diagnosis, yaitu menemukan masalah dan latar belakangnya, (b) mengenal, menjelaskan, dan menafsirkan makna dibelakang prilaku klien, (c) berkomunikasi dengan para anggota, (d) menggunakan humor dan strategi dan inovatif untuk menjaga agar pertemuan tetap menarik, (e) memvariasi metode untuk menyegarkan kebutuhan para anggota, dan (f) menghadapi para anggota yang berprilaku tidak sesuai.
7.  Tanggung jawab anggota kelompok
Dalam konseling kelompok para anggota mempunyai tanggung jawab tertentu dalam pembentukan kelompok, pertumbuhan kelompok, pelaksanaan kegiatan kelompok, dan mengatasi hambatan-hambatan kelompok.
8.  Memiliki teknik kelompok
Beberapa teknik kelompok yang dapat digunakan dalam konseling kelompok hendaknya dipertimbangkan baik-baik, terutama dalam ketepatan pemilihan dan pelaksanaannya. Teknik-teknik kelompok yang dapat digunakan dalam konseling kelompok yaitu : (a) bermain peranan, (b) pergantian peranan

F.     Bentuk Konseling kelompok
1.  T-Group
T-Group mula dibentuk pada tahun 1947 oleh The Basic Skill Training of The Nation Tr aining Laboratory untuk mengembangkan ketrampilan interpersonal dan sensitivitas komnukasi. Partisipasi dalam T-group dilibatkan dalam suatu pengalaman untuk belajar dari prilaku mereka sendiri. T-group terbentuk secara tak terstruktur terdiri atas 10-12 orang dengan menekankan pola-pola hubungan dan prilaku interpersonal.
Ada tiga karakteristik T-group yaitu :
a.  T-group sebagai laboratori belajar
b.  T-group memusatkan pada bagaimana belajar
c.   T-group menekankan pada ide-ide, perasaan dan reaksi yang segera muncul
2.  Kelompok pertumbuhan pribadi
Ada beberapa nama lain untuk jenis kelompok yang dirancang untuk menumbuhkan pribadi, yaitu : encounter, sensitivity, human awareness, dan human potential.  Kelompok ini biasanya terbentu atas 10-12 orang anggota dan memusatkan pada anggota dalam kelompok dengan mempertimbangkan implikasinya bagi prilaku diluar kelompok. Tujuan kelompok ini adalah memberikan bantuan bagi pertumbuhan pribadi, meningkatkankepekaan perasaan individu dan orang lain, dan memperbesar kesadaran diri sendiri.
3.  Konsultasi kelompok keluarga
Suatu bentuk konseling kelompok yang disebut konsultasi kelompok keluarga ( family group consultation) dibentuk untuk membantu individu yang mempunyai maslah-masalah keluarga. Dalam konsultasi ini taga atau empat konselor, mengadakan pertemuan agar terjadi interaksi dan komunikasi antar anggota kelompok keluarga untuk saling tukar informasi dan pengalaman.
4.  Terapi kelompok
Terapi kelompok biasanya diartikan sebagai aplikasi prinsip-prinsip terapiuti kepada dua orang individu atau lebih secara serempak untuk memperjelas konflik psikologis sehingga mereka dapat kembali normal. Biasanya terapi ini diarahkan kepada individu yang mengalami gangguan pribadi yang serius.

G.    Proses Konseling Kelompok
Prayitno mengemukakan empat tahap perkembangan dalam konseling kelompok yang memiliki karakteristik tertentu, meliputi : (a) Tahap pembentukan, (b) Tahap peralihan, (c) Tahap pelaksanaan kegiatan, dan (d) Tahap pengakhiran
.
1.  Tahap Pembentukan
Tahap pembentukan diawali dengan upaya untuk menumbuhkan minat bagi terbentuknya kelompok yang meliputi pemberian penjelasan tentang kelompok yang dimaksud, tujuan dan manfaat adanya kelompok itu, ajakan untuk memasuki dan mengikuti kegiatan, dan kemungkinan adanya kesempatan dan kemudahan bagi penyelenggaraan kelompok dimaksud.
Kegiatan-kegiatan dlam tahap pembentukan adalah :
a.      Pengenalan dan pengungkapan tujuan
Dalam tahap ini pimpinan kelompok perlu :
§  Menjelaskan tujuan umum yang ingin dicapai melalui kegiatan kelompok itu dan menjelaskan cara-cara yang hendak dilalui dalam mencapai tujuan
§  Mengemukakan tentang diri sendiri yang kira-kira perlu untuk terselenggarakannya kegiatan kelompok secara baik
§  Menampilkan tingkah laku dan komunikasi yang mengandung unsur-unsur penghormatan kepada orang lain, ketulusan hati, kehangatan dan empati
b.      Terbentuknya kebersamaan
Pemimpin kelompok harus mampu menumbuhkan sikap kebersamaan dan perasaansekelompok, jika pada awalnya sebagian besar anggota kelompok tidak berkehendak untuk mengambil peranan dan tanggung jawab dalam keterlibatan kelompok, maka tugas pimpinan kelompok yaitu merangsang dan menggairahkan seluruh anggota kelompok untuk mampu ikut serta secara bertanggung jawab dalam kegiatan kelompok
c.      Keaktifan pemimpin kelompok
Pemimpin kelompok perlu memusatkan usahanya pada :
§  Penjelasan tentang tujuan kegiatan
§  Penumbuhan rasa saling mengenal antar anggota
§  Penumbuhan sikap saling mempercayai dan sikap menerima
§  Dimulainya pembahasan tentang tingkah laku dan suasana perasaan dlam kelompok

2.  Tahap peralihan
Setelah suasana kelompok terbentuk dan dinamika kelompok sudah mulai tumbuh, kegiatan kelompok hendaknya dibawah lebih jauh oleh pemimpin kelompok menuju ke kegiatan yang sebenarnya..
Pada tahap ini meliputi kegiatan :
a.      Suasana Kegiatan
Sebelum melangkah lebih lanjut ke tahap kegiatan kelompok yang sebenarnya, pemimpin kelompok menjelaskan apa yang akan dilakukan oleh anggota kelompok pada tahap kegiatan lebih lanjut dalam tahap kegiatan kelompok, yaitu kegiatan inti dari keseluruhan kegiatan. Pada tahap ini pemimpin menjelaskan peranan para anggota kelompok dalam kelompok yang dimaksud. Kemudian pemimpin kelompok menawarkan apakah para anggota sudah siap memulai kegiatan lebih lanjut.
b.      Suasana ketidakseimbangan
Suasana ketidakseimbangan secara khusus dapat mewarnai tahap peralihan ini, sering kali terjadi konflik atau bahkan konfrontasi antar anggota dengan pemimpin kelompok. Dalam keadaan seperti ini banyak anggota yang merasa tertekan ataupun resah yang menyebabkan tingkah laku mereka tidak sebagaimana biasanya. Dalam menghadapi seperti ini pemimpin kelompok hendaknya tidak menjadi kehilangan keseimbangan
c.      Merupakan jembatan antara tahap 1 dan tahap 2

3.  Tahap pelaksanaan kegiatan
Tahap ini merupakan kehidupan yang sebenarnya dari kelompok. Dalam tahap ini kelompok benar-benar sedang mengarah kepada pencapaian tujuan. Kelompok ini sedang berusaha menghasilkan sesuatu yang berguna bagi para anggotanya. Pemimpin kelompok harus dapat melihat dengan baik dan dapat menentukan dengan tepat arah yang dituju dari setiap pembicaraan.
Kegiatan dalam tahap ini meliputi :
a.      Pengemukaan permasalahan
Kegiatan pada tahap ini dimulai dengan mengemukakan permasalahan oleh anggota kelompok. Setiap anggota kelompok bebas mengemukakan apa saja yang dirasakan patut atau perlu dibicarakan bersama dalam kelompok itu.
b.      Pemilihan masalah
Setelah semua masalah direnungkan bersama-sama, kegiatan selanjutnya ialah membahas masing-masing masalah satu persatu. Tugas kelompok adalah menentukan masalah mana yang akan dibahas terlebih dahulu.
c.      Pembahasan masalah
Setelah masalah yang akan dibahas sudah ditetapkan, langkah selanjutnya ialah membahas masalah tersebut. Pembahasan dilaksanakan secara bebas dan dinamis. Pembahsan yang dilakukan oleh seluruh anggota hendaknya selalu maju dan konstruktif.

4.  Tahap pengakhiran
Pada saat kelompok memasuki tahap pengakhiran, kegaiatan kelompok hendaknya dipusatkan pada pembahasan dan penjelasan tentang apakah para anggota kelompok akan mampu menerapkan hal-hal yang telah mereka pelajari dalam suasana kelompok pada kehidupan nyata sehari-hari. Peran pemimpin kelompiok disini ialah memberi penguatan (reinforcement) terhadap hasil-hasil yang telah dicapai oleh kelompok itu.

H.    Evaluasi
Untuk mengetahui keberhasilan kegiatan konseling kelompok, pemimpin kelompok/pendamping dapat melakukan tiga tahap penilaian :
1.  Penilaian segera (laiseg) yaitu memperhstiksn bsgsimsns partisipasi dan komitmen masing-masing anggota kelompok dalam proses menjalani kegiatan.
2.  Penilain Jangkah Pendek (laijapen) dengan memperhatikan adanya berbagai perubahan tingkah laku dari masing-masing anggota kelompok setelah satu atau dua minggu mendatang.
3.  Penilaian Jangka panjang (laijapang) dengan memperhatikan adanya perubahan sikap dan tingkah laku atau kemampuan lainnya pada akhir caturwulan atau akhir semester.

Kajian Pustaka
Brammer, L.M dan Everett L S, 2001, Terapiutik Psycology: Fundamentals of  Counseling and Psychology, EnglewoodCliffs, New Jersey: Prentice Hall Inc
Carey, G dan Corey, M S, 2001, Group: Process and Practice, Monterey, California: Brooks/ Cole Co
Gazda, GM. 1999, Group Prosedur with Children: A Developmental Approach, Dalam Ohlsen(ed),  Counseling Children in group: A Forum, New Jersey: Prectice Hall
Nursalim Mochamad, 2001. Penerapan Konseling Kelompok Untuk Menangani Masalah Siswa di SLTP dan SLTAdi surabaya, Laporan penelitian (tidak diterbitkan), Lembaga penelitian Unesa.
Prayitno, 1987,  Profesionalisasi Konseling dan Pendidikan Konselor, Jakarta: P2LPTK

Share:

Konseling Kelompok


KONSELING KELOMPOK
Oleh : AMAR FARUQ, S.Pd



A.     Pengertian Konseling Kelompok
Menurut Shertzer and Stone (1981), Konseling Kelompok merupakan suatu proses dimana seorang konselor terlibat didalam suatu hubungan dengan sejumlah kolen pada waktu yang sama. Gazda (1984) mengemukakan pengertian konseling kelompok sebagai suatu proses interpersonal yang dinamis dengan memusatkan kepada kesadaran pikiran dan prilaku, serta berdasarkan fungsi-fungsi terapi yang bersifat memberi kebebasan berorientasi terhadap kenyataan, katarsis, saling mempercayai, memelihara, memahami, dan mendukung. Fungsi terapi diwujudkan dalam kelompok kecil melalui pertukaran masalah-masalah pribadi dengan anggota lain dan konselor. Kelompok klien dapat menggunakan interaksi kelompok untuk meningkatkan pemahaman dan penerimaan nilai-nilai dan tujuan serta untuk belajar sikap dan prilaku tertentu. Selanjutnya Gazda menyebutkan bahwa konseling kelompok dapat digunakan untuk membantu menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dalam tujuh bidang. Yaitu psikososial, vocational, kognitif, fisik, seksual, moral, dan afektif.
Menurut Rochman Natawidjaya (1987:14) menyatakan bahwa konseling kelompok merupakan bantuan kepada individu dalam rangka memberikan kemudahan dan pertumbuhan (bersifat pencegahan) dan juga dapat bersifat penyembuhan (kuratif). Marle M. Ohlsen (1970) menyatakan bahwa konseling kelompok adalah suatu hubungan antara konselor dengan satu atau lebih klien yang penuh perasaan penerimaan, kepercayaan dan rasa aman. Dalam hubungan ini klien belajar menghadapi, mengekspresikan dan menguasai perasaan-perasaan, serta pemikiran-pemikiran yang mengganggunya dan merupakan suatu masalah baginya. Mereka mengembangkan keberanian dan kepercayaan kepada diri sendiri, mengamalkan apa yang dipelajari dalam mengubah tingkah laku.

Share:

Bimbingan dan Konseling Sebagai suatu Profesi


BIMBINGAN DAN KONSELING SEBAGAI PROFESI
Oleh : AMAR FARUQ, S.Pd


Istilah atau pengertian profesi mungkin sudah dimengerti oleh banyak orang bahwa suatu hal yang berkaitan dengan bidang yang sangat dipengaruhi oleh pendidikan dan keahlian.tetapi dengan keahlian saja yang diperoleh dari pendidikan kejuruan juga belum cukup disebut profesi.Namun dari pembahasan profesi pasti akan berhubungan dengan beberapa istilah yang lain, yaitu Profesi, profesional, dan profesionalitas. Profesi adalah jabatan atau pekerjaan yang menuntut keahlian dan etika khusus serta baku (standar layanan). Profesional adalah sifat sesuatu yang berkenaan dengan profesi, penampilan dalam menjalankan jabatan sesuai dengan tuntutan profesi, orang yang mempunyai kemampuan sesuai tuntutan profesi Dan ini sangat berkaitan erat dengan kepuasan cutomer. Profesionalitas adalah usaha menjadikan suatu jabatan sebagai pekerjaan professional, upaya dan proses peningkatan dasar, criteria, standar, kemampuan, keahlian, etika, dan perlindungan suatu profesi ini.
Konseling merupakan helping profession yang melandasi peran dan fungsi konselor di masyarakat. Helping profession atau profesi penolong adalah profesi yang anggota-anggotanya melakukan layanan unik dan dibutuhkan masyarakat.
Organisasi profesi bimbingan dan konseling Indonesia lahir pada bulan Desember 1975 di Malang. Pada waktu itu organisasi tersebut diberi nama Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI). Namun sejak kongres 2001 di lampung berganti nama menjadi Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN).
A.     Hakekat Suatu profesi
Istilah profesi biasanya diartikan sebagai pekerjaan. Suatu jabatan atau pekerjaan disebut profesi apabila ia memiliki syarat-syarat atau ciri-ciri tertentu. Sejumlah ahli (McCully, 1963; Tolbert, 1972; Nugent, 1981) merumuskan ciri-ciri suatu profesi sebagai berikut :
1.      Suatu profesi merupakan suatu jabatan atau pekerjaan yang mempunyai fungsi dan kebermaknaan sosial yang sangat menentukan.
2.      Para anggota profesi menampilkan pelayanan khusus, didasarkan atas teknik-teknik intelektual dan ketrampilan-ketrampilan tertentu yang unik.
3.      Penampilan pelayanan bukan hanya dilakukan secara rutin, melainkan bersifat pemecahan masalah atau penanganan situasi kritis yang menuntun pemecahan dengan menggunakan teori dan metode ilmiah.
4.      Para anggota memiliki kerangka ilmu yang sama yaitu yang didasarkan atas ilmu yang jelas sistematis dan eksplisit bukan hanya didasarkan atas akal sehat (common sense) belaka.
5.      Untuk dapat menguasai kerangka ilmu diperlukan pendidikan dan latihan dalam waktu yang cukup lama.
6.      Para anggotanya secara tegas dituntut memiliki kompetensi minimum melalui prosedur pendidikan dan latihan serta lisensi ataupun sertifikat.
7.      Dalam peyelenggaraan pelayanan, para anggota memiliki kebebasan dan tanggungjawab pribadi dalam memberikan pendapat dan pertimbangan serta membuat keputusan tentang apa yang akan dilakukan berkenaan dengan penyelenggaraan pelayanan profesional.
8.      Para anggota lebih mementingkan pelayanan yang bersifat sosial dari pada pelayanan yang mengejar keuntungan yang bersifat ekonomi.
9.      Standar tingkah laku bagi anggotanya dirumuskan secara tersurat (eksplisit) melalui kode etik yang benar-benar diterapkan. Setiap pelanggaran atas kode etik dapat dikenakan sanksi tertentu
10.   Selama berada dalam pekerjaan itu para anggotanya terus menerus berusaha menyegarkan dan meningkatkan kompetensi dengan jalan membaca literatur dan memahami hasil riset-riset, serta berperan aktif dalam pertemuan-pertemuan sesama anggota.
Berdasarkan uraian diatas, secara sederhana dapat disimpulkan bahwa suatu pekerjaan dapat disebut profesi apabila :
a.    Dilaksanakan oleh petugas yang mempunyai keahlian dan kewenangan
b.    Petugas profesi merupakan lulusan Perguruan Tinggi
c.    Merupakan pelayanan kemasyarakatan
d.    Diakui oleh masyarakat dan pemerintah.
e.    Dalam melaksanakan kegiatan menggunakan teknik/metode ilmiah.
f.     Memiliki organisasi profesi
g.    Memiliki Anggaran Dasar dan Anggaran rumah Tangga (AD/ART).
h.    Memiliki kode etik profesi.
i.      Para anggota(organisasi) selalu ada keinginan untuk memajukan diri
B.    Profesi Bimbingan dan Konseling
Berdasarkan pengertian profesi yang telah diuraikan sebelumnya, apakah bimbingan dan konseling bisa dikatakan sebagai profesi ? Untuk itu, perlu ditelaah pelayanan bimbingan dan konseling terkait dengan ciri-ciri profesi sebagai berikut :
1.  Bimbingan dan konseling dilaksanakan oleh petugas yang disebut guru pembimbing atau konselor (sekolah) yang merupakan lulusan dari pendidikan keahlian yakni Perguruan Tinggi jurusan atau program studi Bimbingan dan Konseling.
2.  Kegiatan Bimbingan dan Konseling merupakan pelayanan kemasyarakatan dan bersifat sosial.
3.  Dalam melaksanakan layanan, guru pembimbing menggunakan berbagai metode dan teknik ilmiah.
4.  Memiliki organisasi profesi, Asosiasi Bimbingan Konseling Indonesia, yang pada saat didirikan tanggal 12 Desember 1975 di Malang dikenal dengan nama Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI) yang juga memiliki AD/ART maupun kode etik.
5.  Da pengakuan dari masyarakat/Pemerintah, seperti tercantum dalam SK Mendikbud No. 25/1995 yang menyatakan bahwa IPBI (saat ini ABKIN) sejajar dengan PGRI dan ISPI. Undang-Undang Nomor 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 1 ayat 6, menetapkan konselor sebagai salah satu jenis kualifikasi pendidik.
6.  Para anggota profesi Bimbingan dan Konseling memiliki keinginan untuk memajukan diri baik wawasan pengetahuannya maupun ketrampilannya, yakni melalui kegiatan seminar, pelatihan, workshop, atau pertemuan ilmiah lainnya.
C.    Kilas Balik Profesi Konselor di Indonesia
Sejarah kelahiran layanan Bimbingan dan Konseling di lingkungan pendidikan di tanah air dapat dikatakan tergolong unik. Terkesan oleh layanan Bimbingan dan Konseling disekolah-sekolah yang diamati oleh para pejabat pendidikan dalam peninjauannya di Amerika Serikat sekitar tahun 1962, beberapa orang pejabat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengintruksikan dibentuknya layanan Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah menengah sekembalinya mereka di tanah air. Kriteria penetapan konselor ketika itu tidak jelas dan ragam tugasnyapun sanat lebar, mulai dari berperan semacam “ Polisi Sekolah “ samapai dengan mengkonversi hasil  ujian untuk seluruh siswa disuatu sekolah menjadi skor standar
Pada awal dekade 1960-an LPTK-LPTK mendirikan jurusan-jurusan untuk mewadai tenaga-tenaga akademik yang akan membina program studi yang menyiapkan konselor yang dinamakan jurusan Bimbingan dan Penyuluhan, dengan program studi yang diselenggarakan pada 2 jenjang yaitu jenjang Sarjana Muda dan masa belajar 3 tahun, yang bisa diteruskan ke jenjang Sarjana degan masa belajar 2 tahun setelah Sarjana Muda. Program studi jenjang Sarjana Muda dan Sarjana dengan masa belajar 5 tahun ini yang kemudian pada akhir dekade 1970-an dilebur menjadi S-1 dengan masa belajar 4 tahun. Pada dekade 1970-an itu pula mulai ada lulusan program Sarjana (lama) di bidang Bimbingan dan konseling, selain itu juga ada segelintir tenaga akademik LPTK lulusan perguruan tinggi luar negeri yang kembali ke tanah air.
Kurikuluk 1975 mengarahkan layanan Bimbingan dan Konseling seabagai salah satu dari wilayah layanan dalam sistem persekolahan mulai dari jenjang SD sampai dengan jenjang SMA, yaitu pembelajaran yang didampingi layanan manajemen dan layanan Bimbingan dan Konseling. Pada tahun 1976, ketertuan yang serupa diberlakukan untuk SMK. Dalam kaitan inilah, dengan kerja sama jurusan Bimbingan dan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP Malang, pada tahun 1976 Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menyelenggarakan pelatihan dalam penyelenggaraan pelayanan Bimbingan dan Konseling untuk guru-guru SMK yang ditunjuk. Tindak lanjutnya memang raib ditelan oleh waktu, Karena para Kepala Sekolah kurang memberikan ruang gerak bagi alumni pelatihan bimbingan dan konseling tersebut untuk memberikan layanan bimbingan dan konseling sekembalinya mereka kesekolah masing-masing.
Untuk jenjang SD, pelayanan Bimbingan dan Konseling belum terwujud sesuai dengan harapan, dan belum ada konselor yang diangkat di SD, kecuali mungkin di sekolah swasta tertentu. Untuk jenjang menengah, posisi konselor diisi  seadanya termasuk, ketika SPG di-Phase out mulai akhir tahun 1989, sebagian dari guru SPG yang tidak diintegrasikan ke lingkungan LPTK sebagai dose Program D-II PGSD, juga ditempatkan sebagai guru pembimbing, umumnya di SMA.
Meskipun perundang-undangan belum memberikan ruang gerak, akan tetapi karena didorong oleh keinginan kuat untuk memperkokoh profesi konselor, maka dengan dimotori oleh para pendidik konselor yang bertugas sebagai tenaga akademik di LPTK-LPTK, pada tanggal 17 Desember 1975 di Malang didirikan Ikatan petugas Bimbingan indonesia(IPBI), yang menghimpun konselor lulusan program Sarjana Muda dan Sarjana yang bertugas disekolah dan para pendidik konnselor yang bertugas di LPTK.
Denga diberlakukannya kurikulum 1994, mulailah ada ruang gerak bagi layanan ahli bimbingan dan konseling dalam sistem persekolahan di Indonesia, sebab salah satu ketentuannya adalah mewjibkan tiap sekolah untuk menyediakan 1 (satu) orang konselor untuk setiap 150 peserta didik


Share:

Popular Posts

Recent Posts