• This is default featured slide 1 title

    Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by NewBloggerThemes.com.

  • This is default featured slide 2 title

    Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by NewBloggerThemes.com.

  • This is default featured slide 3 title

    Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by NewBloggerThemes.com.

  • This is default featured slide 4 title

    Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by NewBloggerThemes.com.

  • This is default featured slide 5 title

    Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by NewBloggerThemes.com.

Pengertian Kenakalan Remaja

PENGERTIAN KENAKALAN REMAJA
Oleh : AMAR FARUQ, S.Pd
Dalam kehidupan para remaja sering kali diselingi hal hal yang negative dalam rangka penyesuaian dengan lingkungan sekitar baik lingkungan dengan teman temannya di sekolah maupun lingkungan pada saat dia di rumah. Hal hal tersebut dapat berbentuk positif hingga negative yang serng kita sebut dengan kenakalan remaja. Kenakalan remaja itu sendiri merupakan perbuatan pelanggaran norma-norma baik norma hukum maupun norma sosial. Sedangkan Pengertian kenakalan remaja Menurut Paul Moedikdo,SH adalah :

1. Semua perbuatan yang dari orang dewasa merupakan suatu kejahatan bagi anak-anak merupakan kenakalan jadi semua yang dilarang oleh hukum pidana, seperti mencuri, menganiaya dan sebagainya.
2. Semua perbuatan penyelewengan dari norma kelompok tertentu untuk menimbulkan keonaran dalam masyarakat.
3. Semua perbuatan yang menunjukkan kebutuhan perlindungan bagi sosial.

Adapun gejala-gejala yang dapat memperlihatkan hal-hal yang mengarah
kepada kenakalan remaja :

1. Anak-anak yang tidak disukai oleh teman-temannya sehingga anak tersebut menyendiri. Anak yang demikian akan dapat menyebabkan kegoncangan emosi.
2. Anak-anak yang sering menghindarkan diri dari tanggung jawab di rumah atau di sekolah. Menghindarkan diri dari tanggung jawab biasanya karena anak tidak menyukai pekerjaan yang ditugaskan pada mereka sehingga mereka menjauhkan diri dari padanya dan mencari kesibukan-kesibukan lain yang tidak terbimbing.
3. Anak-anak yang sering mengeluh dalam arti bahwa mereka mengalami masalah yang oleh dia sendiri tidak sanggup mencari permasalahannya. Anak seperti ini sering terbawa kepada kegoncangan emosi.
4. Anak-anak yang mengalami phobia dan gelisah dalam melewati batas yang berbeda dengan ketakutan anal-anak normal.
5. Anak-anak yang suka berbohong.
6. Anak-anak yang suka menyakiti atau mengganggu teman-temannya di sekolah atau di rumah.
7. Anak-anak yang menyangka bahwa semua guru mereka bersikap tidak baik terhadap mereka dan sengaja menghambat mereka.
8. Anak-anak yang tidak sanggup memusatkan perhatian.


Dengan sedikit pengertian kenalan remaja diatas membuat kita akan lebih mengerti akan sikap dan perilaku remaja kita apakah baik baik saja ataukah sudah mengarah pada suatu kenakalan remaja.
Share:

Psikologi Remaja

PSIKOLOGI REMAJA, KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHANNYA
Oleh : AMAR FARUQ, S.Pd

Masa yang paling indah adalah masa remaja.

Masa yang paling menyedihkan adalah masa remaja.

Masa yang paling ingin dikenang adalah masa remaja.

Masa yang paling ingin dilupakan adalah masa remaja.
Remaja

Remaja

Menurut Hurlock (1981) remaja adalah mereka yang berada pada usia 12-18 tahun. Monks, dkk (2000) memberi batasan usia remaja adalah 12-21 tahun. Menurut Stanley Hall (dalam Santrock, 2003) usia remaja berada pada rentang 12-23 tahun. Berdasarkan batasan-batasan yang diberikan para ahli, bisa dilihat bahwa mulainya masa remaja relatif sama, tetapi berakhirnya masa remaja sangat bervariasi. Bahkan ada yang dikenal juga dengan istilah remaja yang diperpanjang, dan remaja yang diperpendek.

Remaja adalah masa yang penuh dengan permasalahan. Statemen ini sudah dikemukakan jauh pada masa lalu yaitu di awal abad ke-20 oleh Bapak Psikologi Remaja yaitu Stanley Hall. Pendapat Stanley Hall pada saat itu yaitu bahwa masa remaja merupakan masa badai dan tekanan (storm and stress) sampai sekarang masih banyak dikutip orang.

Menurut Erickson masa remaja adalah masa terjadinya krisis identitas atau pencarian identitas diri. Gagasan Erickson ini dikuatkan oleh James Marcia yang menemukan bahwa ada empat status identitas diri pada remaja yaitu identity diffusion/ confussion, moratorium, foreclosure, dan identity achieved (Santrock, 2003, Papalia, dkk, 2001, Monks, dkk, 2000, Muss, 1988). Karakteristik remaja yang sedang berproses untuk mencari identitas diri ini juga sering menimbulkan masalah pada diri remaja.

Gunarsa (1989) merangkum beberapa karakteristik remaja yang dapat menimbulkan berbagai permasalahan pada diri remaja, yaitu:

1. Kecanggungan dalam pergaulan dan kekakuan dalam gerakan.
2. Ketidakstabilan emosi.
3. Adanya perasaan kosong akibat perombakan pandangan dan petunjuk hidup.
4. Adanya sikap menentang dan menantang orang tua.
5. Pertentangan di dalam dirinya sering menjadi pangkal penyebab pertentangan-pertentang dengan orang tua.
6. Kegelisahan karena banyak hal diinginkan tetapi remaja tidak sanggup memenuhi semuanya.
7. Senang bereksperimentasi.
8. Senang bereksplorasi.
9. Mempunyai banyak fantasi, khayalan, dan bualan.
10. Kecenderungan membentuk kelompok dan kecenderungan kegiatan berkelompok.

Berdasarkan tinjauan teori perkembangan, usia remaja adalah masa saat terjadinya perubahan-perubahan yang cepat, termasuk perubahan fundamental dalam aspek kognitif, emosi, sosial dan pencapaian (Fagan, 2006). Sebagian remaja mampu mengatasi transisi ini dengan baik, namun beberapa remaja bisa jadi mengalami penurunan pada kondisi psikis, fisiologis, dan sosial. Beberapa permasalahan remaja yang muncul biasanya banyak berhubungan dengan karakteristik yang ada pada diri remaja. Berikut ini dirangkum beberapa permasalahan utama yang dialami oleh remaja.

Permasalahan Fisik dan Kesehatan

Permasalahan akibat perubahan fisik banyak dirasakan oleh remaja awal ketika mereka mengalami pubertas. Pada remaja yang sudah selesai masa pubertasnya (remaja tengah dan akhir) permasalahan fisik yang terjadi berhubungan dengan ketidakpuasan/ keprihatinan mereka terhadap keadaan fisik yang dimiliki yang biasanya tidak sesuai dengan fisik ideal yang diinginkan. Mereka juga sering membandingkan fisiknya dengan fisik orang lain ataupun idola-idola mereka. Permasalahan fisik ini sering mengakibatkan mereka kurang percaya diri. Levine & Smolak (2002) menyatakan bahwa 40-70% remaja perempuan merasakan ketidakpuasan pada dua atau lebih dari bagian tubuhnya, khususnya pada bagian pinggul, pantat, perut dan paha. Dalam sebuah penelitian survey pun ditemukan hampir 80% remaja ini mengalami ketidakpuasan dengan kondisi fisiknya (Kostanski & Gullone, 1998). Ketidakpuasan akan diri ini sangat erat kaitannya dengan distres emosi, pikiran yang berlebihan tentang penampilan, depresi, rendahnya harga diri, onset merokok, dan perilaku makan yang maladaptiv (& Shaw, 2003; Stice & Whitenton, 2002). Lebih lanjut, ketidakpuasan akan body image ini dapat sebagai pertanda awal munculnya gangguan makan seperti anoreksia atau bulimia (Polivy & Herman, 1999; Thompson et al).

Dalam masalah kesehatan tidak banyak remaja yang mengalami sakit kronis. Problem yang banyak terjadi adalah kurang tidur, gangguan makan, maupun penggunaan obat-obatan terlarang. Beberapa kecelakaan, bahkan kematian pada remaja penyebab terbesar adalah karakteristik mereka yang suka bereksperimentasi dan berskplorasi.

Permasalahan Alkohol dan Obat-Obatan Terlarang

Penggunaan alkohol dan obat-obatan terlarang akhir-akhir ini sudah sangat memprihatinkan. Walaupun usaha untuk menghentikan sudah digalakkan tetapi kasus-kasus penggunaan narkoba ini sepertinya tidak berkurang. Ada kekhasan mengapa remaja menggunakan narkoba/ napza yang kemungkinan alasan mereka menggunakan berbeda dengan alasan yang terjadi pada orang dewasa. Santrock (2003) menemukan beberapa alasan mengapa remaja mengkonsumsi narkoba yaitu karena ingin tahu, untuk meningkatkan rasa percaya diri, solidaritas, adaptasi dengan lingkungan, maupun untuk kompensasi.

* Pengaruh sosial dan interpersonal: termasuk kurangnya kehangatan dari orang tua, supervisi, kontrol dan dorongan. Penilaian negatif dari orang tua, ketegangan di rumah, perceraian dan perpisahan orang tua.
* Pengaruh budaya dan tata krama: memandang penggunaan alkohol dan obat-obatan sebagai simbol penolakan atas standar konvensional, berorientasi pada tujuan jangka pendek dan kepuasan hedonis, dll.
* Pengaruh interpersonal: termasuk kepribadian yang temperamental, agresif, orang yang memiliki lokus kontrol eksternal, rendahnya harga diri, kemampuan koping yang buruk, dll.
* Cinta dan Hubungan Heteroseksual
* Permasalahan Seksual
* Hubungan Remaja dengan Kedua Orang Tua
* Permasalahan Moral, Nilai, dan Agama

Lain halnya dengan pendapat Smith & Anderson (dalam Fagan,2006), menurutnya kebanyakan remaja melakukan perilaku berisiko dianggap sebagai bagian dari proses perkembangan yang normal. Perilaku berisiko yang paling sering dilakukan oleh remaja adalah penggunaan rokok, alkohol dan narkoba (Rey, 2002). Tiga jenis pengaruh yang memungkinkan munculnya penggunaan alkohol dan narkoba pada remaja:

Salah satu akibat dari berfungsinya hormon gonadotrofik yang diproduksi oleh kelenjar hypothalamus adalah munculnya perasaan saling tertarik antara remaja pria dan wanita. Perasaan tertarik ini bisa meningkat pada perasaan yang lebih tinggi yaitu cinta romantis (romantic love) yaitu luapan hasrat kepada seseorang atau orang yang sering menyebutnya “jatuh cinta”.

Santrock (2003) mengatakan bahwa cinta romatis menandai kehidupan percintaan para remaja dan juga merupakan hal yang penting bagi para siswa. Cinta romantis meliputi sekumpulan emosi yang saling bercampur seperti rasa takut, marah, hasrat seksual, kesenangan dan rasa cemburu. Tidak semua emosi ini positif. Dalam suatu penelitian yang dilakukan oleh Bercheid & Fei ditemukan bahwa cinta romantis merupakan salah satu penyebab seseorang mengalami depresi dibandingkan dengan permasalahan dengan teman.

Tipe cinta yang lain adalah cinta kasih sayang (affectionate love) atau yang sering disebut cinta kebersamaan yaitu saat muncul keinginan individu untuk memiliki individu lain secara dekat dan mendalam, dan memberikan kasih sayang untuk orang tersebut. Cinta kasih sayang ini lebih menandai masa percintaan orang dewasa daripada percintaan remaja.

Dengan telah matangnya organ-organ seksual pada remaja maka akan mengakibatkan munculnya dorongan-dorongan seksual. Problem tentang seksual pada remaja adalah berkisar masalah bagaimana mengendalikan dorongan seksual, konflik antara mana yang boleh dilakukan dan mana yang tidak boleh dilakukan, adanya “ketidaknormalan” yang dialaminya berkaitan dengan organ-organ reproduksinya, pelecehan seksual, homoseksual, kehamilan dan aborsi, dan sebagainya (Santrock, 2003, Hurlock, 1991).

Diantara perubahan-perubahan yang terjadi pada masa remaja yang dapat mempengaruhi hubungan orang tua dengan remaja adalah : pubertas, penalaran logis yang berkembang, pemikiran idealis yang meningkat, harapan yang tidak tercapai, perubahan di sekolah, teman sebaya, persahabatan, pacaran, dan pergaulan menuju kebebasan.

Beberapa konflik yang biasa terjadi antara remaja dengan orang tua hanya berkisar masalah kehidupan sehari-hari seperti jam pulang ke rumah, cara berpakaian, merapikan kamar tidur. Konflik-konflik seperti ini jarang menimbulkan dilema utama dibandingkan dengan penggunaan obat-obatan terlarang maupun kenakalan remaja.

Beberapa remaja juga mengeluhkan cara-cara orang tua memperlakukan mereka yang otoriter, atau sikap-sikap orang tua yang terlalu kaku atau tidak memahami kepentingan remaja.

Akhir-akhir ini banyak orang tua maupun pendidik yang merasa khawatir bahwa anak-anak mereka terutama remaja mengalami degradasi moral. Sementara remaja sendiri juga sering dihadapkan pada dilema-dilema moral sehingga remaja merasa bingung terhadap keputusan-keputusan moral yang harus diambilnya. Walaupun di dalam keluarga mereka sudah ditanamkan nilai-nilai, tetapi remaja akan merasa bingung ketika menghadapi kenyataan ternyata nilai-nilai tersebut sangat berbeda dengan nilai-nilai yang dihadapi bersama teman-temannya maupun di lingkungan yang berbeda.

Pengawasan terhadap tingkah laku oleh orang dewasa sudah sulit dilakukan terhadap remaja karena lingkungan remaja sudah sangat luas. Pengasahan terhadap hati nurani sebagai pengendali internal perilaku remaja menjadi sangat penting agar remaja bisa mengendalikan perilakunya sendiri ketika tidak ada orang tua maupun guru dan segera menyadari serta memperbaiki diri ketika dia berbuat salah.

Dari beberapa bukti dan fakta tentang remaja, karakteristik dan permasalahan yang menyertainya, semoga dapat menjadi wacana bagi orang tua untuk lebih memahami karakteristik anak remaja mereka dan perubahan perilaku mereka. Perilaku mereka kini tentunya berbeda dari masa kanak-kanak. Hal ini terkadang yang menjadi stressor tersendiri bagi orang tua. Oleh karenanya, butuh tenaga dan kesabaran ekstra untuk benar-benar mempersiapkan remaja kita kelak menghadapi masa dewasanya.

REFERENSI :

Choate, L.H. (2007). Counseling Adolescent Girls for Body Image Resilience: Strategi for School Counselors. Profesional School Counseling. Alexandria: Feb 2007. Vol. 10, Iss. 3; pg. 317, 10 pgs. Diakses melalui http://ezproxy.match.edu/menu pada 9 Mei 2008

Fagan, R. (2006). Counseling and Treating Adolescents with Alcohol and Other Substance Use Problems and their Family. The Family Journal: Counseling therapy For Couples and Families. Vol.14. No.4.326-333. Sage Publication diakses melalui http://tfj.sagepub.com/cgi/reprint/14/4/326 pada 18 April 2008

Gunarsa, S. D. (1989). PsikologiPperkembangan: Anak dan Remaja. Jakarta: BPK. Gunung Mulia.

Hurlock, E.B. (1991). Psikolgi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan (Terjemahan oleh Istiwidayanti dan Soedjarwo). Jakarta : Penerbit Erlangga.

Mongks, F. J. , Knoers, A. M. P. , & Haditono, S. R. (2000). Psikologi Perkembangan: Pengantar dalam berbagai bagiannya. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Muss, R. E. , Olds, S. W. , & Fealdman (2001). Human Developmen. Boston: McGraw-Hill Companies.

Rey, J. (2002). More than Just The Blues: Understanding Serious Teenage Problems. Sydney: Simon & Schuster.

Rini, J.F. (2004). Mencemaskan Penampilan. Diakses dari e-psikologi.com pada tanggal 22 April 2006.

Santrok, J. W. (2003). Adolescence (Perkembangan Remaja). Terjemahan. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Setiono, L.H. (2002). Beberapa Permasalahan Remaja. Diakses dari www.e-psikologi.com pada tanggal 22 April 2006.

Tambunan, R. (2001). Diakses dari www.e-psikologi.com pada tanggal 22 April 2006.

Mitos-mitos Seputar “Gak Bakal Hamil”. Diakses dari www.e-psikologi.com pada tanggal 22 April 2006.
Share:

PSIKOLOGI PENDIDIKAN

PSIKOLOGI PENDIDIKAN-SUB DISIPLIN ILMU PSIKOLOGI
Oleh : AMAR FARQU, S.Pd




Psikologi pendidikan merupakan sub disiplin ilmu psikologi. Psikologi pendidikan dideskripsikan oleh E. L. Thorndike pada tahun 1903 sebagai “”middlemen mediating between the science of psychology and the art of teaching”. Dalam banyak studi, secara singkat, psikologi pendidikan merupakan suatu disiplin ilmu yang mengaplikasikan ilmu psikologi dalam dunia belajar dan guru.



Psikologi pendidikan merupakan gabungan dari dua bidang studi yang berbeda.

Pertama adalah psikologi yang mempelajari segala sesuatu tentang pikiran dan perilaku manusia serta hubungannya dengan manusia. Tentu saja tidak hanya mempelajari manusia dalam kesendiriannya, melainkan juga mempelajari manusia dalam hubungannya dengan manusia lain.

Kedua adalah pendidikan itu sendiri atau lebih khusus adalah sekolah. Jadi, sebagai sebuah subdisiplin ilmu sendiri dalam psikologi, psikologi pendidikan

memfokuskan diri pada pemahaman proses pengajaran dan belajar yang mengambil tempat dalam lingkungan formal.



Psikologi pendidikan berminat pada teori belajar, metode pengajaran, motivasi, kognitif, emosional, dan perkembangan moral serta hubungan orangtua anak. Selain itu psikologi pendidikan juga mendalami sub-populasi yaitu anak-anak gifted dan yang dengan kebutuhan khusus. Ahli lain menambahkan bahwa psikologi pendidikan berguna dalam penerapan prinsip-prinsip belajar dalam kelas, pengembangan dan pembaruan kurikulum, ujian dan evaluasi bakat dan kemampuan, sosialisasi proses dan interaksi proses itu dengan pendayagunaan kognitif dan penyelenggaraan pendidikan keguruan. Karena berkecimpung di ranah sekolah, istilah psikologi pendidikan dan psikologi sekolah sering dipertukarkan. Teoris dan peneliti lebih diidentifikasi sebagai psikolog pendidikan, sementara praktisi di sekolah lebih diidentifikasi sebagai psikolog sekolah. Psikologi pendidikan mengambil masalah-masalah yang dialami oleh orang muda dalam pendidikan yang mencakup masalah kesulitan belajar atau masalah emosi dan sosial. Mereka mengambil tugas untuk membantu proses belajar anak dan memampukan guru menjadi lebih sadar akan faktor-faktor social yang berkatinan dengan pengajaran dan belajar. Psikolog pendidikan biasa bekerja di lingkungan sekolah, perguruan tinggi dan di lingkungan pendidikan anak, terutama bekerja dengan guru dan orang tua. Mereka dapat bekerja secara langsung dengan anak (misal memeriksa perkembangan, memberikan konseling) dan secara tidak langsung (dengan orang tua, guru dan profesional lainnya). Karena harus bekerja dengan manusia, psikolog pendidikan haruslah familier dengan pendekatan-pendekatan tradisional tentang studi perilaku, humanistik, kognitif dan psikoanalis. Mereka juga harus sadar dengan teori dan riset yang muncul dari ranah tradisional psikologi seperti perkembangan (Piaget, Erikson, Kohlberg, Freud), bahasa (Vygotsky dan Chomsky), motivasi (Hull, Lewin, Maslow, McClelland), testing (intelegensi dan kepribadian) dan interpretasi tesnya.



Psikolog pendidikan juga harus mengikuti perkembangan mendadak dari area menejemen kelas dan desain instruksional, pengukuran dan penggunaan gaya dan strategi belajar, penelitian dalam metakognitif, peningkatan aplikasi pendidikan jarak jauh, dan perluasan dari pengembangan dan aplikasi teknologi untuk tujuan instruksional. Karena akan bekerja dengan pendidikan, seorang yang mempelajari materi ini perlu memperhatikan hal-hal berikut.

1. Proses perkembangan siswa

proses ini tentu saja harus disadari oleh individu yang bekerja dalam pendidikan. Perkembangan siswa – terlebih dalam ranah cipta – dengan segala variasi dan keunikannya merupakan modal siswa untuk belajar, apapun halnya.

2. Cara belajar siswa

dalam hal ini berkaitan pula dengan kesulitan-kesulitan yang dialami siswa dalam belajar.

3. Cara menghubungkan belajar dan mengajar

4. Pengambilan keputusan untuk pengelolaan proses belajar mengajar.



Metode yang digunakan dalam psikologi pendidikan adalah

1. Metode eksperimen

Dalam psikologi pendidikan, metode ini digunakan untuk menguji keabsahan dan kecermatan kesimpulan yang ditarik dari penelitian dengan menggunakan metode yang lain.

2. Metode kuisioner

3. Metode studi kasus

Digunakan untuk memperoleh gambaran rinci tentang aspek-aspek psikologi siswa atau sekelompok siswa. Studi ini biasanya diikuti oleh studi lain yang berskala lebih besar untuk mencapai generalisasi hasil tes. Mengapa demikian? Kesimpulan hasil studi kasus dihasilkan dari penelitian terhadap sejumlah kecil subjek yang tentu saja akan sulit untuk dijadikan sampel dari sebuah populasi yang besar. Lazimnya, fenomena yang diselidiki dengan metode ini diikuti terus-menerus dalam kurun waktu tertentu. Bahkan, tak jarang diperlukan waktu bertahun-tahun untuk menghimpun data.

4. Metode penyelidikan klinis

Hanya digunakan oleh ahli psikologi klinis atau psikiater pada mulanya. Namun, seiring dengan perkembangan jaman, dimulai oleh Jean Piaget, metode ini digunakan dalam ranah pendidikan. Sasaran utama penggunaan metode ini adalah untuk memastikan sebab-sebab kemunculan ketidaknormalan perilaku siswa.
Share:

Psikologi Perkembangan

PSIKOLOGI PERKEMBANGAN
Oleh : AMAR FARUQ, S.Pd


BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Perkembangan adalah perubahan kearah kemajuan menuju terwujudnya hakekat manusia yang bermartabat atau berkualitas. Perkembangan memiliki sifat holistik (menyeluruh/kompleks) yaitu : terdiri dari berbagai aspek baik fisik ataupun psikis, terjadi dalam beberapa tahap (saling berkesinambungan), ada variasi individu dan memiliki prinsip keserasian dan keseimbangan.

Perkembangan Individu memiliki beberapa prinsip-prinsip yaitu: Never ending process (perkembangan tidak akan pernah berhenti), Semua aspek perkembangan saling mempengaruhi (aspek emosional, aspek disiplin, aspek agama dan aspek sosial),Perkembnagan mengikuti pola/arah tertentu (karena perkembangan individu dapat terjadi perubahan perilaku yang dapat dipertahankan atau bahkan ditinggalkan)

Perkembangan merupakan proses yang tidak akan berhenti dan setiap perkembangan memiliki tahapan tahapan yaitu : tahap dikenangkan, tahap kandungan, tahap anak, tahap remaja, tahap dewasa, dan tahap lansia, ada juga yang menggunakan patokan umur yang dapat pula digolongkan dalam masa intraterin, masa bayi, masa anak sekolah, masa remaja dan masa adonelen yang lebih lanjut akan disebut dengan periodesasi perkembangan.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Periodesasi Perkembangan

Teori Periodesasi perkembangan dapat digolongkan menjadi 3 (tiga) macam yakni

a. Periodesasi yang berdasarkan Biologis

b. Periodesasi berdasarkan didaktis

c. Periodesasi berdasarkan psikologis

2.1.1. Periodesasi perkembangan yang berdasarkan biologis

Periodesasi berdasarkan biologis adalah periodesasi yang pembahasannya berdasarkan pada kondisi atau proses pertumbuhan biologis anak, karena pertumbuhan bilogis ikut berpengaruh terhadap perkembangan kejiwaan seorang anak.

Para ahli yang termasuk dalam kelompok ini antara lain adalah :

a) Kretschmer

Kretschmer membagi perkembangan anak menjadi 4 (empat) fase, yaitu:

1. Fullungsperiode I

Yaitu pada umur 0;0 – 3;0. Pada masa ini dalam keadaan pendek, gemuk, bersikap terbuka, mudah bergaul dan mudah didekati.

2. Strecungsperiode I

Yaitu pada umur 3;0 – 7;0. Kondisi badan anak nampak langsing, sikap anak cenderung tertutup, sukar bergaul dan sulit didekati

3. Fullungsperiode II

Yaitu pada umur 7;0 –13;0. Kondisi fisik anak kembali menggemuk

4. Strecungsperiode II

Yaitu pada umur 13;0 – 20;0. Pada saat ini kondisi fisik anak kembali langsing

b) Aristoteles

Aristoteles merumuskan perkembangan anak dengan 3 (tiga) fase perkembangan yakni:

1. Fase I

Yaitu pada usia 0;0 –7;0 yang disebut masa anak kecil dan kegiatan pada fase ini hanya bermain.

2. Fase II

Yaitu pada usia 7;0 –14;0 yang disebut masa anak atau masa sekolah dimana kegiatan anak mulai belajar di sekolah dasar

3. Fase III

Yaitu pada usia 14;0 – 21;0 yang disebut dengan masa remaja atau pubertas, masa ini adalah masa peralihan dari anak menjadi dewasa.

Aristoteles menyebutkan pada periodesasi ini disebut sebagai periodesasi yang berdasarkanpada biologis karena antara fase I dengan fase ke II itu ditandai dengan adanya pergantian gigi, sedangkan antara fase ke II dengan fase ke III ditandai dengan mulai bekerjanya organ kelengkapan kelamin.

c) Sigmund Freued

Freued membagi perkembangan anak menjadi 6 (enam) fase perkembangan yakni:

1. Fase Oral

Yaitu pada usia 0;0 – 1;0. Pada fase ini, mulut merupakan central pokok keaktifan yang dinamis.

2. Fase Anal

Yaitu pada usia 1;0 – 3;0 Pada fase ini, dorongan dan tahanan berpusat pada alat pembuangan kotoran.

3. Fase Falis

Yaitu pada usia 3;0 – 5;0. Pada fase ini, alat-alat kelamin merupakandaerah organ paling perasa

4. Fase Latent

Yaitu pada usia 5;0 – 12/13;0 Pada fase ini, impuls-impuls cenderung berdada pada kondisi tertekan

5. Fase Pubertas

Yaitu pada usia12/13;0 – 20;0 Pada fase ini, impuls-impuls kembali menonjol. Kegiatan ini jika dapat disublimasikan maka seorang anak akan sampai pada fase kematangan

6. Fase Genital

Yaitu pada usia 20 ke atas, Pada fase ini, seseorang telah sampai pada fase dewas.

d) Jesse Feiring Williams

Williams membagi perkembangan anak menjadi 4 (empat) masa perkembangan yakni:

1. Masa Nursery dan kindergarten yaitu, pada usia 0;0 – 6;0

2. Masa cepat memperoleh kekuatan/tenaga, yaitu pada usia 6;0 – 10;0

3. Masa cepat berkembangnya tubuh, yaitu pada usia 10;0 – 14;0

4. Masa Adolesen yaitu pada usia 14;0 –19;0 adalah masa perubahan pola dan kepentingan kemampuan anak dengan cepat.

2.1.2. Periodesasi perkembangan yang berdasarkan didaktis

Periodesasi berdasarkan didaktis adalah periodesasi yang pembahasannya berdasarkan pada segi keperluan/materi apa kiranya yang tepat diberikan kepada anak didik pada masa-masa tertentu, serta memikirkan tentang kemungkinan metode yang paling efektif untuk diterapkan di dalam engajar atau mendidik anak pada masa tertentu tersebut.

Para ahli yang termasuk dalam kelompok ini antara lain adalah :

a) Johann Amos Comenilus (Komensky)

Komensky membagi perkembangan anak menjadi 4 (empat) tahap, yaitu: 1. Scola Materna (sekolah ibu)

Yaitu pada usia 0;0 – 6;0 Pada fase ini, anak mengembangkan organ tubuh dan panca indra di bawah asuhan ibu (keluarga)

2. Scola Vermacula (sekolah bahasa ibu)

Yaitu pada usia 6;0 – 12;0 pada fase ini, anak mengembangkan pikiran, ingatan, dan perasaannya di sekolah dengan menggunakan bahasa daerah(bahasa ibu)

3. Scola Latina (sekolah bahasa latin)

Yaitu pada usia 12;0 – 18;0 pada fase ini, anak mengembangkan potensinya terutama daya intelektualnya dengan bahasa asing.

5. Academia (akademi) adalah media pendidikan bagi anak usia 18;0 – 24;0

b) Jean Jeaques Russeau

Didalam bukunya yang terkenal yaitu “Emile eu du I’education” Jean Jeaques Russeau membagi tahapan perkembangan anak antara lain:

1. Pada usia 0;0 – 2;0 tahun adalah masa asuha

2. Pada usia 2;0 – 12;0 tahun adalah masa pentingnya pendidikan jasmani dan alat-alat indera.

3. Pada usia 12;0 – 15;0 tahun adalah masa perkembangan pikiran dan masa juga terbatas

4. Pada usia 15;0 – 20;0 tahun adalah masa pentingnya pendidikan serta pembentukan watak, kesusilaan juga pembinaan mental agama

c) Dr. Maria Montessori

Dr. Maria membagi perkembangan anak menjadi 4 (empat) tahap, yaitu:

1. Pada usia 1;0 – 7;0 adalah masa penerimaan dan pengaturan rangsangan dari dunia luar dari alat dria.

2. Pada usia 7;0 – 12;0 adalah masa dimana anak sudah mulai memperhatikan masalah kesusilaan, mulai berfungsi perasaan ethisnya yang bersumber dari kata-kata hatinya dan dia mulai tahu kebutuhan orang lain

3. Pada usia 12;0 – 18;0 adalah masa penemuan diri serta kepuasan terhadap masalah-masalah sosial.

4. Pada usia 18;0 – 24;0 adalah masa pendidikan di perguruan tinggi, masa melatih anak akan realitas kepentingan dunia. Ia harus mampu berfikir secara jernih, jauh dari perbuatan yang tercela.

d) Charles E. Skinner

Skinner membagi perkembangan anak menjadi Prenatal Stages dan Postanal Stages dengan perincian sebagai berikut :

1. Prenatal Stages

Ø Germinal : a fortnigh after consepsion (saat perencanaan)

Ø Embryo : Dari Consepsion sampai pada 6 bulan

Ø Fetus : Dari 6 bulan sampai ia lahir ke dunia

2. Posnatal stage

Ø Parturate : Pada saan ia lahir kedunia sampai pada

Ø Neonate : 2 Bulan pertamasetelah anak lahir kedunia

Ø Infant : 2 tahun pertama setelah anak lahir ke dunia

Ø Preschool child : Pada usia 6;0 – 9;0 tahun

Ø Intermediate School : pada usia 9;0 –12;0 tahun

Ø Junior Hight School : Pada Usia 12;0 – 19;0 tahun

2.1.3. Periodesasi perkembangan yang berdasarkan Psikologis

Pada pembagian ini para ahli membahas gejala perkembangan jiwa anak, berorientasi dari sudut pandang psikologis, mereka tidak lagi mendasarkan pada sudut pandang biologis ataupun didaktis. Sehingga para ahli mengembalikan masalah kejiwaan dalam kedudukan yang murni.

Para ahli yang termasuk dalam kelompok ini antara lain adalah :

a) Oswald Kroh

Kroh berpendapat bahwa pada dasarnya perkembangan jiwa anak berjalan secara evolutiv.Dan pada umumnya proses tersebut pada waktu-waktu tertentu mangalami kegoncangan (aktivitas revolusi), masa kegoncangan ini oleh Kroh disebut ‘Trotz Periode’,dan biasanya tiap anak akan mengalaminya sebanyak dua kali, yakni trotz I sekitar usia 3/4 tahun. Trotz II usia 12 tahun bagi putri dan usia 13 tahun bagi laki-laki.

Secara ringkas dapat digambarkan sebagai berikut :

1. Dari lahir hingga trotz periode I disebut sebagai masa anak awal (0;0 – 03;0/04;0)

2. Dari Trotz periode I hinga Trotz periode II disebut masa keserasian bersekolah (03;0/04;0 – 12;0/13;0)

3. Dari trotz periode II hingga akhir masa remaja disebut masa kematangan (12;0/13;0 – 21;0)

b) Charlotte Buhler

Charlotte membagi perkembangan anak menjadi 5 (lima) fase, yaitu :

1. Fase I (0;0 – 1;0), Pada fase ini perkembangan sikap subyektif menuju obyektif,

2. Fase II (1;0 – 4;0), Pada fase ini makin meluasnya hubungan pada benda-benda sekitarnya, atau mengenal dunia secara subyektif.

3. Fase III (40 – 8;0), Pada fase ini individu memasukkan dirinya kedalam masyarakat secara obyektif, adanya hubungan diri dengan lingkungan sosial dan mulai menyadari akan kerja,tugas serta prestasi.

4. Fase IV (8;0 – 13;0), Pada fase ini mulai munculnya minat ke dunia obyek sampai pada puncaknya, ia mulai memisahkan diri dari orang lain dan sekitarnya secara sadar

5. Fase V (13;0 – 9;0) Pada Fase ini, nulai menemukan diri yakin shyntesa sikap subyektif dan obyektif

2.1.4. Gabungan dar ketiga kelompok oleh PH. Kohnstamm

Ia menyebutnya pandangan itu secara flectis, walaupun nampaknya lebih berorientasi pada dasar psikologis, yaitu :

1. 0;0 – 2;0 disebut masa vital

2. 2;0 – 7;0 disebut masa Esthetis

3. 7;0 – 12;0/13;0 disebut masa perkembangan intelektual

4. 12;0/13;0 – 20;0 disebut masa sosial

Pembagian terakir ini masih dapat diuraikan lagi menjadi :

1. 12;0 –14;0 = Masa Pural

2. 14;0 – 15;0 = Masa prapubertas

3. 15;0 – 18;0 = Masa Pubertas

4. 18;0 – 21;0 = masa adolesen

2.1.5. Tinjauan perkembangan anak global oleh Robert j. Havigurst

Robert meninjau perkembangan anak global yakni sebagai berikut:

1. 0;0 – 6;0 masa infacy and early childhood

2. 6;0 – 12;0 masa midle childhood

3. 12;0 – 18;0 masa preadolescense and adolesence

4. 18;0 – 35;0 masa early adulthood yang terbagi atas early adulthood (18;0 – 21;0), adulthood (21;0 – 35;0)

5. 35;0 – 60;0 masa middle age

6. 60;00 – ke atas masa later life.

BAB III

KESIMPULAN

4.1. Simpulan

Dari beberapa pendapat yang telah diuraikan diatas, maka dapat muncullah pertanyaan manakah kiranya yang dianggap paling baik?

Dari itu dapat diambil kesimpulan bahwa ternyata semua konsep atau teori yang telah di ungkapkan itu memiliki kebaikan dan kelemahannya masing-masing seperti tinjauan biologis itu akan terasa bermanfaatbagi anak-anak yang berumur di bawah 5 (lima) tahun dan tinjauan psikologis terasa baik sekali untuk manganalisa anak umur 5 (lima) tahun, di sampingteori-teori tersebutpun terdapat keterkaitan yang tidak perlu dipersoalkan.

Dengan demikian teori-teori tersebut dapat diterapkan menurut situasi dan kondisi serta kepentingan dari pemakai.
Share:

Popular Posts

Recent Posts