• Thfffred slide 1 title

    Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by NewBloggerThemes.com.

  • frff

    Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by NewBloggerThemes.com.

  • This is default featured slide 3 title

    Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by NewBloggerThemes.com.

  • This is default featured slide 4 title

    Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by NewBloggerThemes.com.

  • This is default featured slide 5 title

    Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by NewBloggerThemes.com.

Kumpulan Adminsistrasi Bimbingan Konseling (BK) Sesuai SOP BK

 KUMPULAN ADMINISTASI 
BIMIMBINGAN KONSELING SESUAI SOP




    Bimbingan dan konseling pada satuan pendidikan diselenggarakan untuk membantu peserta didik/konseli dalam mencapai tugas-tugas perkembangannya. Tugas-tugas perkembangan yang dimaksud meliputi: mencapai hubungan persahabatan yang matang; mencapai peran sosial sesuai jenis kelaminnya; menerima kondisi fisiknya dan menggunakannya secara efektif; mencapai kebebasan emosional dari orangtua dan orang dewasa lainnya; menyiapkan diri untuk hidup berumahtangga; menyiapkan diri untuk kariernya; mencapai seperangkat nilai dan sistem etika yang membimbing tingkah lakunya; dan mencapai tingkah laku yang dapat dipertanggungjawabkan secara sosial.
    Sebagai penanggung jawab pendidikan di sekolah, kepala sekolah bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan layanan bimbingan dan konseling. Selain itu, guru bimbingan dan konseling atau konselor harus berkolaborasi dengan pemangku kepentingan lain seperti guru mata pelajaran, wali kelas, komite sekolah, orang tua peserta didik, dan pihak-pihak lain yang relevan.
Guru Bimbingan dan Konseling haris mempersiapkan administrasi sesuai dengan Panduan Operasioanal Penyelenggaran Bimbingan dan konseling baik yang dibuat oleh kemendikbud atau Kementerian Agama .
Adapun administrasi yang dibuat dalam persiapan awal tahun adalah: Mempersiapkan alat tes alat tes itu bisa dalam bentuk ( AUM PTSDL, DCM, ITP (Inventori Tugas Perkembangan), Angket, Wawancara atau Intervew, Observasi, Sosiometri, Autobiografi/Studi Dokumentasi.
Setelah dilakukan pengumpulan data dari hasi tes berupa masalah yang terjadi dalam kelas tersebut maka guru BK harus membuat program yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik.
setelah program dibuat maka guru BK akan melaksanakan kegiatan sesuai dengan yanga da di dalam program BK tersebut.
apabila program sudah dilaksanakan guru BK harus mempersipkan administrasi BK dari kegiatan yang sudah dilakukan.
adapun administrasi BK tersebut di atas adalah sebagai beriku :
1. Tes kebutuhan Peserta Didik ( AUM PTSLD, DCM, ITP/ATP, SOSIOMETRI)
    a. AUM PTSLD
    b. DCM
    c. ITP/ATP
    d. Sosiometri
    e. Angket
2. Program BK
    a. Program tahunan
    b. Program Semester
3. Administasi BK
    a. Pelayanan Dasar 
        1). RPL LAyanan Orientasi
        2). RPL Layanan Informasi
        3). RPL Layanan Bimbingan klasikal
        4). RPL dan Pelaporan Bimbingan Kelompok
        5). RPL Kolaborasi Guru
        6). RPL Kolaborasi Orang Tua 
    b. Pelayanan Responsif
        1). RPL Layanan Konsultasi
        4). RPL Layanana Bimbingan Krisis
        6). RPL. Layanan Bimbingan Teman Sebaya
        7). RPL Layanan Advokasi
        10). RPL Layanan Mediasi
    c. Pelayanan Perencanaan Individual 
        1). RPL Layanan Penempatan
        3). RPL Layanan Himpunan data
    d. Dukungan Sistem
        1). RPL Layanan pengembangan Profesi
        3). RPL Layanan Sistem Manajemen
5.

Share:

KUMPULAN UNDANG DAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN KEBUDAYAAN DAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA

 KUMPULAN UNDANG-UNDANG DAN PERATURAN MENTERI



Undang - Undang, Peraturan Menteri Pendidikan , Perpu, Keputusan Menteri Agama (KMA), Peraturan Menteri Agama (PMA) Tentang Pendidikan  :

1. Undang-Undang No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional ( SPN )
2. Undang - Undang Nomor 5 Tahun 2024 Tentang Apatarur Sipil Negara ( ASN )
3. Undang - Undang No 2 Tahun 1989 Tentang Sistem Pendidikan Nasional ( SPN )
4. Undang - Undang No 19 Tahun 2024 Tentang Pendidikan Profesi Guru
5. KMA No 184 Tahun 2019 Tentang Pedoman Implementasi Kurikulum Madrasah
6. KMA No 347 Tahun 2022 Tentang Pedoman Implementasi Kurikulum Merdeka Belajar Madrasah
7. Permendikbudristek No 16 Tahun 2022 Tentang Standar Proses
8. KMA No 183 Tahun 2019 Tentang Kurikulum PAI dan Bahasa Arab di Madrasah
9. Permendikbudristek No 5 Tahun 2022 Tentang Standar Kelulusan
10. Peraturn Presiden No 87 Tahun 2017 Tentang Penguatan Pendidikan Karakter
11. PMA No 58 Tahun 2017 Tentang Kepala Madrasah
12. PMA No 14 Tahun 2014 Tentang Pemberian, Penambahan, dan Pengurangan Tunjangan Kinerja di lingkungan Kementerian Agama
13. PMA No 14 Tahun 2023 Tentang Tata Cara Pembayaran Tunjangan Profesi Guru Pada Satuan Pendidikan Pesntren
14. PMA No 8 Tahun 2023 Tentang Nilai dan Kelas Jabatan Struktural dan Fungsional pada Kementerian Agama
15. Surat Edaran No 1 Tahun 2023 Tentang Sertifikat halal produk dan kantin di lingkungan Pesantren, Perguruan Tinggi Islam Keagamaan Swasta dan Madrasah swasta

16. Surat Keputusan Kepala BSKAP No 031/H//KR/2024 Tentang Komptensi Tema Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila
17. Surat Keputusan Kepala BSKAP No 032/H/KR/2024 Tentang Capaian Pembelajaran/CP
21. KMA No 93 Tahun 2022 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Penguataan Moderasi Beragama Bagi PNS di Lingkungan Kementerian Agama
22. KMA N0 402 Tahun 2022 Tentang Pedoman Pengembangan Kompetensi Bagi PNS di Kemententeerian Agama Melalui Jalur Pendidikan
23. KMA No 494 Tahun 2022 Tentang Hri Toleransi 2022
24. KMA No 550 Tahun 2022 Tentang Pemberian Kuasa Pengangkatan_Pemindahan_dan Pemberhentian PNS di Kementerian Agama 
25. KMA No 1179 Thun 2022 Tentang Sistem Kerja
26. Permendikbud No 111 Tahun 2014 Tentang Bimbingan dan Konseling Pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah
27. Permendibud No 111 Tahun 2014 Tentang Lampiran 
28. Permendikbudristek No 12 Tahun 2024 Tentang Kurikulum Pendidikan Anak Usia Dini, Jenjang Pendidikan Dasar, dan Jenjang Pendidikan Menengah
29. KMA 450 Tahun 2024 Tentang Pedoman Implementasi Kurikulum pada Roudhotul Atfal_Madrasah Ibtidaiyah_Madrasah Tsanawiyah_Madrasah Aliyah

Undang - Undang, Peraturan Menteri Pendidikan, Perpu, Keputusan Menteri Agama (KMA), dan Peraturan Menteri Agama (PMA) Tentang Kebijakan Pendidikan. Apabila membutuhkan file diatas mohon UNDUH DI SINI



Share:

TEORI DAN PENDEKATAN KONSELING

 PENDEKATAN TEORI KONSELING



Kata "Konseling" diterjemahkan dalam bahasa Inggris  "counseling" adalah merupakan suatu metode atau pendekatan dalam bidang pelayanan atau intervensi psikologis. penerjemahan kata "counseling" menjadi "Konseling" dan bukan "penyuluhan

Ada beberapa teori pendekatan konseling diantaranya :

  1. Konseling Psikoanalisa
  2. Konseling Adlerian
  3. Konseling Eksistensial
  4. Konseling Gestalt
  5. Konseling Rogerian
  6. Konseling Perilaku dan Kognitif Perilaku
  7. Konseling Realita
  8. Konseling Kognitif Beck
  9. Konseling Rasional-Emotif-Perilaku
  10. Konseling Eklektif dan Integratif
Materi ini akan memberikan manfaat untuk memahami teori pendekatan konseling. dan juga dengan mendownload materi teori pendekatan konseling anda semakin memahami konseling dengan benar . 



Share:

Bimbingan dan Konseling Sebagai suatu Profesi

BIMBINGAN DAN KONSELING SEBAGAI PROFESI
Oleh : AMAR FARUQ, S.Pd


Istilah atau pengertian profesi mungkin sudah dimengerti oleh banyak orang bahwa suatu hal yang berkaitan dengan bidang yang sangat dipengaruhi oleh pendidikan dan keahlian.tetapi dengan keahlian saja yang diperoleh dari pendidikan kejuruan juga belum cukup disebut profesi.Namun dari pembahasan profesi pasti akan berhubungan dengan beberapa istilah yang lain, yaitu Profesi, profesional, dan profesionalitas. Profesi adalah jabatan atau pekerjaan yang menuntut keahlian dan etika khusus serta baku (standar layanan). Profesional adalah sifat sesuatu yang berkenaan dengan profesi, penampilan dalam menjalankan jabatan sesuai dengan tuntutan profesi, orang yang mempunyai kemampuan sesuai tuntutan profesi Dan ini sangat berkaitan erat dengan kepuasan cutomer. Profesionalitas adalah usaha menjadikan suatu jabatan sebagai pekerjaan professional, upaya dan proses peningkatan dasar, criteria, standar, kemampuan, keahlian, etika, dan perlindungan suatu profesi ini.
Konseling merupakan helping profession yang melandasi peran dan fungsi konselor di masyarakat. Helping profession atau profesi penolong adalah profesi yang anggota-anggotanya melakukan layanan unik dan dibutuhkan masyarakat.
Organisasi profesi bimbingan dan konseling Indonesia lahir pada bulan Desember 1975 di Malang. Pada waktu itu organisasi tersebut diberi nama Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI). Namun sejak kongres 2001 di lampung berganti nama menjadi Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN).
A.     Hakekat Suatu profesi
Istilah profesi biasanya diartikan sebagai pekerjaan. Suatu jabatan atau pekerjaan disebut profesi apabila ia memiliki syarat-syarat atau ciri-ciri tertentu. Sejumlah ahli (McCully, 1963; Tolbert, 1972; Nugent, 1981) merumuskan ciri-ciri suatu profesi sebagai berikut :
1.      Suatu profesi merupakan suatu jabatan atau pekerjaan yang mempunyai fungsi dan kebermaknaan sosial yang sangat menentukan.
2.      Para anggota profesi menampilkan pelayanan khusus, didasarkan atas teknik-teknik intelektual dan ketrampilan-ketrampilan tertentu yang unik.
3.      Penampilan pelayanan bukan hanya dilakukan secara rutin, melainkan bersifat pemecahan masalah atau penanganan situasi kritis yang menuntun pemecahan dengan menggunakan teori dan metode ilmiah.
4.      Para anggota memiliki kerangka ilmu yang sama yaitu yang didasarkan atas ilmu yang jelas sistematis dan eksplisit bukan hanya didasarkan atas akal sehat (common sense) belaka.
5.      Untuk dapat menguasai kerangka ilmu diperlukan pendidikan dan latihan dalam waktu yang cukup lama.
6.      Para anggotanya secara tegas dituntut memiliki kompetensi minimum melalui prosedur pendidikan dan latihan serta lisensi ataupun sertifikat.
7.      Dalam peyelenggaraan pelayanan, para anggota memiliki kebebasan dan tanggungjawab pribadi dalam memberikan pendapat dan pertimbangan serta membuat keputusan tentang apa yang akan dilakukan berkenaan dengan penyelenggaraan pelayanan profesional.
8.      Para anggota lebih mementingkan pelayanan yang bersifat sosial dari pada pelayanan yang mengejar keuntungan yang bersifat ekonomi.
9.      Standar tingkah laku bagi anggotanya dirumuskan secara tersurat (eksplisit) melalui kode etik yang benar-benar diterapkan. Setiap pelanggaran atas kode etik dapat dikenakan sanksi tertentu
10.   Selama berada dalam pekerjaan itu para anggotanya terus menerus berusaha menyegarkan dan meningkatkan kompetensi dengan jalan membaca literatur dan memahami hasil riset-riset, serta berperan aktif dalam pertemuan-pertemuan sesama anggota.
Berdasarkan uraian diatas, secara sederhana dapat disimpulkan bahwa suatu pekerjaan dapat disebut profesi apabila :
a.    Dilaksanakan oleh petugas yang mempunyai keahlian dan kewenangan
b.    Petugas profesi merupakan lulusan Perguruan Tinggi
c.    Merupakan pelayanan kemasyarakatan
d.    Diakui oleh masyarakat dan pemerintah.
e.    Dalam melaksanakan kegiatan menggunakan teknik/metode ilmiah.
f.     Memiliki organisasi profesi
g.    Memiliki Anggaran Dasar dan Anggaran rumah Tangga (AD/ART).
h.    Memiliki kode etik profesi.
i.      Para anggota(organisasi) selalu ada keinginan untuk memajukan diri
B.    Profesi Bimbingan dan Konseling
Berdasarkan pengertian profesi yang telah diuraikan sebelumnya, apakah bimbingan dan konseling bisa dikatakan sebagai profesi ? Untuk itu, perlu ditelaah pelayanan bimbingan dan konseling terkait dengan ciri-ciri profesi sebagai berikut :
1.  Bimbingan dan konseling dilaksanakan oleh petugas yang disebut guru pembimbing atau konselor (sekolah) yang merupakan lulusan dari pendidikan keahlian yakni Perguruan Tinggi jurusan atau program studi Bimbingan dan Konseling.
2.  Kegiatan Bimbingan dan Konseling merupakan pelayanan kemasyarakatan dan bersifat sosial.
3.  Dalam melaksanakan layanan, guru pembimbing menggunakan berbagai metode dan teknik ilmiah.
4.  Memiliki organisasi profesi, Asosiasi Bimbingan Konseling Indonesia, yang pada saat didirikan tanggal 12 Desember 1975 di Malang dikenal dengan nama Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI) yang juga memiliki AD/ART maupun kode etik.
5.  Da pengakuan dari masyarakat/Pemerintah, seperti tercantum dalam SK Mendikbud No. 25/1995 yang menyatakan bahwa IPBI (saat ini ABKIN) sejajar dengan PGRI dan ISPI. Undang-Undang Nomor 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 1 ayat 6, menetapkan konselor sebagai salah satu jenis kualifikasi pendidik.
6.  Para anggota profesi Bimbingan dan Konseling memiliki keinginan untuk memajukan diri baik wawasan pengetahuannya maupun ketrampilannya, yakni melalui kegiatan seminar, pelatihan, workshop, atau pertemuan ilmiah lainnya.
C.    Kilas Balik Profesi Konselor di Indonesia
Sejarah kelahiran layanan Bimbingan dan Konseling di lingkungan pendidikan di tanah air dapat dikatakan tergolong unik. Terkesan oleh layanan Bimbingan dan Konseling disekolah-sekolah yang diamati oleh para pejabat pendidikan dalam peninjauannya di Amerika Serikat sekitar tahun 1962, beberapa orang pejabat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengintruksikan dibentuknya layanan Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah menengah sekembalinya mereka di tanah air. Kriteria penetapan konselor ketika itu tidak jelas dan ragam tugasnyapun sanat lebar, mulai dari berperan semacam “ Polisi Sekolah “ samapai dengan mengkonversi hasil  ujian untuk seluruh siswa disuatu sekolah menjadi skor standar
Pada awal dekade 1960-an LPTK-LPTK mendirikan jurusan-jurusan untuk mewadai tenaga-tenaga akademik yang akan membina program studi yang menyiapkan konselor yang dinamakan jurusan Bimbingan dan Penyuluhan, dengan program studi yang diselenggarakan pada 2 jenjang yaitu jenjang Sarjana Muda dan masa belajar 3 tahun, yang bisa diteruskan ke jenjang Sarjana degan masa belajar 2 tahun setelah Sarjana Muda. Program studi jenjang Sarjana Muda dan Sarjana dengan masa belajar 5 tahun ini yang kemudian pada akhir dekade 1970-an dilebur menjadi S-1 dengan masa belajar 4 tahun. Pada dekade 1970-an itu pula mulai ada lulusan program Sarjana (lama) di bidang Bimbingan dan konseling, selain itu juga ada segelintir tenaga akademik LPTK lulusan perguruan tinggi luar negeri yang kembali ke tanah air.
Kurikuluk 1975 mengarahkan layanan Bimbingan dan Konseling seabagai salah satu dari wilayah layanan dalam sistem persekolahan mulai dari jenjang SD sampai dengan jenjang SMA, yaitu pembelajaran yang didampingi layanan manajemen dan layanan Bimbingan dan Konseling. Pada tahun 1976, ketertuan yang serupa diberlakukan untuk SMK. Dalam kaitan inilah, dengan kerja sama jurusan Bimbingan dan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP Malang, pada tahun 1976 Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menyelenggarakan pelatihan dalam penyelenggaraan pelayanan Bimbingan dan Konseling untuk guru-guru SMK yang ditunjuk. Tindak lanjutnya memang raib ditelan oleh waktu, Karena para Kepala Sekolah kurang memberikan ruang gerak bagi alumni pelatihan bimbingan dan konseling tersebut untuk memberikan layanan bimbingan dan konseling sekembalinya mereka kesekolah masing-masing.
Untuk jenjang SD, pelayanan Bimbingan dan Konseling belum terwujud sesuai dengan harapan, dan belum ada konselor yang diangkat di SD, kecuali mungkin di sekolah swasta tertentu. Untuk jenjang menengah, posisi konselor diisi  seadanya termasuk, ketika SPG di-Phase out mulai akhir tahun 1989, sebagian dari guru SPG yang tidak diintegrasikan ke lingkungan LPTK sebagai dose Program D-II PGSD, juga ditempatkan sebagai guru pembimbing, umumnya di SMA.
Meskipun perundang-undangan belum memberikan ruang gerak, akan tetapi karena didorong oleh keinginan kuat untuk memperkokoh profesi konselor, maka dengan dimotori oleh para pendidik konselor yang bertugas sebagai tenaga akademik di LPTK-LPTK, pada tanggal 17 Desember 1975 di Malang didirikan Ikatan petugas Bimbingan indonesia(IPBI), yang menghimpun konselor lulusan program Sarjana Muda dan Sarjana yang bertugas disekolah dan para pendidik konnselor yang bertugas di LPTK.
Denga diberlakukannya kurikulum 1994, mulailah ada ruang gerak bagi layanan ahli bimbingan dan konseling dalam sistem persekolahan di Indonesia, sebab salah satu ketentuannya adalah mewjibkan tiap sekolah untuk menyediakan 1 (satu) orang konselor untuk setiap 150 peserta didik


Share:

Hakekat dan Urgensi Bimbingan dan Konseling





Dasar pemikiran penyelenggaraan bimbingan dan konseling di Sekolah/Madrasah, bukan semata-mata terletak pada ada atau tidak adanya landasan hukum (perundang-undangan) atau ketentuan dari atas, namun yang lebih penting adalah menyangkut upaya memfasilitasi peserta didik yang selanjutnya disebut konseli, agar mampu mengembangkan potensi dirinya atau mencapai tugas-tugas perkembangannya (menyangkut aspek fisik, emosi, intelektual, sosial, dan moral-spiritual).

Konseli sebagai seorang individu yang sedang berada dalam proses berkembang atau menjadi (on becoming), yaitu berkembang ke arah kematangan atau kemandirian. Untuk mencapai kematangan tersebut, konseli memerlukan bimbingan karena mereka masih kurang memiliki pemahaman atau wawasan tentang dirinya dan lingkungannya, juga pengalaman dalam menentukan arah kehidupannya. Disamping itu terdapat suatu keniscayaan bahwa proses perkembangan konseli tidak selalu berlangsung secara mulus, atau bebas dari masalah. Dengan kata lain, proses perkembangan itu tidak selalu berjalan dalam alur linier, lurus, atau searah dengan potensi, harapan dan nilai-nilai yang dianut. 

Perkembangan konseli tidak lepas dari pengaruh lingkungan, baik fisik, psikis maupun sosial. Sifat yang melekat pada lingkungan adalah perubahan. Perubahan yang terjadi dalam lingkungan dapat mempengaruhi gaya hidup (life style) warga masyarakat. Apabila perubahan yang terjadi itu sulit diprediksi, atau di luar jangkauan kemampuan, maka akan melahirkan kesenjangan perkembangan perilaku konseli, seperti terjadinya stagnasi (kemandegan) perkembangan, masalah-masalah pribadi atau penyimpangan perilaku. Perubahan lingkungan yang diduga mempengaruhi gaya hidup, dan kesenjangan perkembangan tersebut, di antaranya: pertumbuhan jumlah penduduk yang cepat, pertumbuhan kota-kota, kesenjangan tingkat sosial ekonomi masyarakat, revolusi teknologi informasi, pergeseran fungsi atau struktur keluarga, dan perubahan struktur masyarakat dari agraris ke industri.

Iklim lingkungan kehidupan yang kurang sehat, seperti : maraknya tayangan pornografi di televisi dan VCD; penyalahgunaan alat kontrasepsi, minuman keras, dan obat-obat terlarang/narkoba yang tak terkontrol; ketidak harmonisan dalam kehidupan keluarga; dan dekadensi moral orang dewasa sangat mempengaruhi pola perilaku atau gaya hidup konseli (terutama pada usia remaja) yang cenderung menyimpang dari kaidah-kaidah moral (akhlak yang mulia), seperti: pelanggaran tata tertib Sekolah/Madrasah, tawuran, meminum minuman keras, menjadi pecandu Narkoba atau NAPZA (Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya, seperti: ganja, narkotika, ectasy, putau, dan sabu-sabu), kriminalitas, dan pergaulan bebas (free sex).

Penampilan perilaku remaja seperti di atas sangat tidak diharapkan, karena tidak sesuai dengan sosok pribadi manusia Indonesia yang dicita-citakan, seperti tercantum dalam tujuan pendidikan nasional (UU No. 20 Tahun 2003), yaitu: (1) beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, (2) berakhlak mulia, (3) memiliki pengetahuan dan keterampilan, (4) memiliki kesehatan jasmani dan rohani, (5) memiliki kepribadian yang mantap dan mandiri, serta (6) memiliki rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Tujuan tersebut mempunyai implikasi imperatif (yang mengharuskan) bagi semua tingkat satuan pendidikan untuk senantiasa memantapkan proses pendidikannya secara bermutu ke arah pencapaian tujuan pendidikan tersebut. 

Upaya menangkal dan mencegah perilaku-perilaku yang tidak diharapkan seperti disebutkan, adalah mengembangkan potensi konseli dan memfasilitasi mereka secara sistematik dan terprogram untuk mencapai standar kompetensi kemandirian. Upaya ini merupakan wilayah garapan bimbingan dan konseling yang harus dilakukan secara proaktif dan berbasis data tentang perkembangan konseli beserta berbagai faktor yang mempengaruhinya.

Dengan demikian, pendidikan yang bermutu, efektif atau ideal adalah yang mengintegrasikan tiga bidang kegiatan utamanya secara sinergi, yaitu bidang administratif dan kepemimpinan, bidang instruksional atau kurikuler, dan bidang bimbingan dan konseling. Pendidikan yang hanya melaksanakan bidang administratif dan instruksional dengan mengabaikan bidang bimbingan dan konseling, hanya akan menghasilkan konseli yang pintar dan terampil dalam aspek akademik, tetapi kurang memiliki kemampuan atau kematangan dalam aspek kepribadian.

Pada saat ini telah terjadi perubahan paradigma pendekatan bimbingan dan konseling, yaitu dari pendekatan yang berorientasi tradisional, remedial, klinis, dan terpusat pada konselor, kepada pendekatan yang berorientasi perkembangan dan preventif. Pendekatan bimbingan dan konseling perkembangan (Developmental Guidance and Counseling), atau bimbingan dan konseling komprehensif (Comprehensive Guidance and Counseling). Pelayanan bimbingan dan konseling komprehensif didasarkan kepada upaya pencapaian tugas perkembangan, pengembangan potensi, dan pengentasan masalah-masalah konseli. Tugas-tugas perkembangan dirumuskan sebagai standar kompetensi yang harus dicapai konseli, sehingga pendekatan ini disebut juga bimbingan dan konseling berbasis standar (standard based guidance and counseling). Standar dimaksud adalah standar kompetensi kemandirian (periksa lampiran 1).

Dalam pelaksanaannya, pendekatan ini menekankan kolaborasi antara konselor dengan para personal Sekolah/ Madrasah lainnya (pimpinan Sekolah/Madrasah, guru-guru, dan staf administrasi), orang tua konseli, dan pihak-pihak ter-kait lainnya (seperti instansi pemerintah/swasta dan para ahli : psikolog dan dokter). Pendekatan ini terintegrasi dengan proses pendidikan di Sekolah/Madrasah secara keseluruhan dalam upaya membantu para konseli agar dapat mengem-bangkan atau mewujudkan potensi dirinya secara penuh, baik menyangkut aspek pribadi, sosial, belajar, maupun karir.

Atas dasar itu, maka implementasi bimbingan dan konseling di Sekolah/Madrasah diorientasikan kepada upaya memfasilitasi perkembangan potensi konseli, yang meliputi as-pek pribadi, sosial, belajar, dan karir; atau terkait dengan pengembangan pribadi konseli sebagai makhluk yang berdimensi biopsikososiospiritual (biologis, psikis, sosial, dan spiritual).

DAFTAR RUJUKAN

AACE. (2003). Competencies in Assessment and Evaluation for School Counselor. http://aace.ncat.edu
Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia. (2007). Penataan Pendidikan Profesional Konselor. Naskah Akademik ABKIN (dalam proses finalisasi).
Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia. (2005). Standar Kompetensi Konselor Indonesia. Bandung: ABKIN
Bandura, A. (Ed.). (1995). Self-Efficacy in Changing Soceties. Cambridge, UK: Cambridge University Press.
BSNP dan PUSBANGKURANDIK, Balitbang Diknas. (2006). Panduan Pengembangan Diri: Pedoman untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Draft. Jakarta: BSNP dan PUSBANGKURANDIK, Depsiknas.
Cobia, Debra C. & Henderson, Donna A. (2003). Handbook of School Counseling. New Jersey, Merrill Prentice Hall
Corey, G. (2001). The Art of Integrative Counseling. Belomont, CA: Brooks/Cole.
Direktorat Pembinaan Pendidikan Tenaga Kependidikan dan Ketenagaan Pendidikan Tinggi. (2003). Dasar Standardisasi Profesionalisasi Konselor. Jakarta: Direktorat Pembinaan Pendidikan Tenaga Kepen-didikan dan Ketenagaan Pendidikan Tinggi, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional.
Engels, D.W dan J.D. Dameron, (Eds). (2005). The Professional Counselor Competencies: Performance Guidelines and Assessment. Alexandria, VA: AACD.
Browers, Judy L. & Hatch, Patricia A. (2002). The National Model for School Counseling Programs. ASCA (American School Counselor Association).
Comm, J.Nancy. (1992). Adolescence. California : Myfield Publishing Company.
Depdiknas. (2003). Pelayanan Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Puskur Balitbang.
Depdiknas, (2005), Permen RI nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan,
Depdiknas, 2006), Permendiknas no 22 tahun 2006 tentang Standar Isi,
Depdiknas, (2006), Permendiknas no 24 tahun 2006 tentang pelaksanaan SI dan SKL,
Ellis, T.I. (1990). The Missouri Comprehensive Guidance Model. Columbia: The Educational Resources Information Center.
Gibson R.L. & Mitchel M.H. (1986). Introduction to Counseling and Guidance. New York : MacMillan Publishing Company.
Havighurts, R.J. (1953). Development Taks and Education. New York: David Mckay.
Herr Edwin L. (1979). Guidance and Counseling in the Schools. Houston : Shell Com.
Hurlock, Alizabeth B. (1956). Child Development. New York : McGraw Hill Book Company Inc.
Ketetapan Pengurus Besar Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia Nomor 01/Peng/PB-ABKIN/2007 bahwa Tenaga Profesional yang melaksanakan pelayanan professional Bimbingan dan Konseling disebut Konselor dan minimal berkualifikasi S1 Bimbingan dan Konseling.
Menteri Pendidikan Nasional. 2006. Peraturan Menteri Nomor 22 tentang Standar Isi. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional
Menteri Pendidikan Nasional. 2006. Peraturan Menteri Nomor 23 tentang Standar Kompetensi Lulusan. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Michigan School Counselor Association. (2005). The Michigan Comprehensive Guidance and Counseling Program.
Muro, James J. & Kottman, Terry. (1995). Guidance and Counseling in The Elementary and Middle Schools. Madison : Brown & Benchmark.
Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007 tentang Sertifikasi Guru dalam Jabatan.
Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Pikunas, Lustin. (1976). Human Development. Tokyo : McGraw-Hill Kogakusha,Ltd.
Pusat Kurikulum, Balitbang Depdiknas. (2003). Panduan Pelayanan Bimbingan dan Konseling. Jakarta : Balitbang Depdiknas.
Sunaryo Kartadinata, dkk. (2003). Pengembangan Perangkat Lunak Analisis Tugas Perkembangan Peserta didik dalam Upaya Meningkatkan Mutu Pelayanan dan Manajemen Bimbingan dan Konseling di Sekolah/Madrasahdrasah (Laporan Riset Unggulan Terpadu VIII). Jakarta : Kementrian Riset dan Teknologi RI, LIPI.
Syamsu Yusuf L.N. (2005). Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah/Madrasah. Bandung : CV Bani Qureys.
——–. 2004. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung : Remaja Rosda Karya.
——–.dan Juntika N. (2005). Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung : PT. Remaja Rosda Karya.
Stoner, James A. (1987). Management. London : Prentice-Hall International Inc.
Undang-undang No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Undang-Undang Nomor 14 tahun 2006 tentang Guru dan Dosen
Wagner William G. (1996). “Optimal Development in Adolescence : What Is It and How Can It be Encouraged”? The Counseling Psychologist. Vol 24 No. 3 July’96.
Woolfolk, Anita E. 1995. Educational Psychology. Boston : Allyn & Bacon.

Share:

Popular Posts

Recent Posts