Bimbingan dan Konseling Sebagai suatu Profesi


BIMBINGAN DAN KONSELING SEBAGAI PROFESI
Oleh : AMAR FARUQ, S.Pd


Istilah atau pengertian profesi mungkin sudah dimengerti oleh banyak orang bahwa suatu hal yang berkaitan dengan bidang yang sangat dipengaruhi oleh pendidikan dan keahlian.tetapi dengan keahlian saja yang diperoleh dari pendidikan kejuruan juga belum cukup disebut profesi.Namun dari pembahasan profesi pasti akan berhubungan dengan beberapa istilah yang lain, yaitu Profesi, profesional, dan profesionalitas. Profesi adalah jabatan atau pekerjaan yang menuntut keahlian dan etika khusus serta baku (standar layanan). Profesional adalah sifat sesuatu yang berkenaan dengan profesi, penampilan dalam menjalankan jabatan sesuai dengan tuntutan profesi, orang yang mempunyai kemampuan sesuai tuntutan profesi Dan ini sangat berkaitan erat dengan kepuasan cutomer. Profesionalitas adalah usaha menjadikan suatu jabatan sebagai pekerjaan professional, upaya dan proses peningkatan dasar, criteria, standar, kemampuan, keahlian, etika, dan perlindungan suatu profesi ini.
Konseling merupakan helping profession yang melandasi peran dan fungsi konselor di masyarakat. Helping profession atau profesi penolong adalah profesi yang anggota-anggotanya melakukan layanan unik dan dibutuhkan masyarakat.
Organisasi profesi bimbingan dan konseling Indonesia lahir pada bulan Desember 1975 di Malang. Pada waktu itu organisasi tersebut diberi nama Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI). Namun sejak kongres 2001 di lampung berganti nama menjadi Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN).
A.     Hakekat Suatu profesi
Istilah profesi biasanya diartikan sebagai pekerjaan. Suatu jabatan atau pekerjaan disebut profesi apabila ia memiliki syarat-syarat atau ciri-ciri tertentu. Sejumlah ahli (McCully, 1963; Tolbert, 1972; Nugent, 1981) merumuskan ciri-ciri suatu profesi sebagai berikut :
1.      Suatu profesi merupakan suatu jabatan atau pekerjaan yang mempunyai fungsi dan kebermaknaan sosial yang sangat menentukan.
2.      Para anggota profesi menampilkan pelayanan khusus, didasarkan atas teknik-teknik intelektual dan ketrampilan-ketrampilan tertentu yang unik.
3.      Penampilan pelayanan bukan hanya dilakukan secara rutin, melainkan bersifat pemecahan masalah atau penanganan situasi kritis yang menuntun pemecahan dengan menggunakan teori dan metode ilmiah.
4.      Para anggota memiliki kerangka ilmu yang sama yaitu yang didasarkan atas ilmu yang jelas sistematis dan eksplisit bukan hanya didasarkan atas akal sehat (common sense) belaka.
5.      Untuk dapat menguasai kerangka ilmu diperlukan pendidikan dan latihan dalam waktu yang cukup lama.
6.      Para anggotanya secara tegas dituntut memiliki kompetensi minimum melalui prosedur pendidikan dan latihan serta lisensi ataupun sertifikat.
7.      Dalam peyelenggaraan pelayanan, para anggota memiliki kebebasan dan tanggungjawab pribadi dalam memberikan pendapat dan pertimbangan serta membuat keputusan tentang apa yang akan dilakukan berkenaan dengan penyelenggaraan pelayanan profesional.
8.      Para anggota lebih mementingkan pelayanan yang bersifat sosial dari pada pelayanan yang mengejar keuntungan yang bersifat ekonomi.
9.      Standar tingkah laku bagi anggotanya dirumuskan secara tersurat (eksplisit) melalui kode etik yang benar-benar diterapkan. Setiap pelanggaran atas kode etik dapat dikenakan sanksi tertentu
10.   Selama berada dalam pekerjaan itu para anggotanya terus menerus berusaha menyegarkan dan meningkatkan kompetensi dengan jalan membaca literatur dan memahami hasil riset-riset, serta berperan aktif dalam pertemuan-pertemuan sesama anggota.
Berdasarkan uraian diatas, secara sederhana dapat disimpulkan bahwa suatu pekerjaan dapat disebut profesi apabila :
a.    Dilaksanakan oleh petugas yang mempunyai keahlian dan kewenangan
b.    Petugas profesi merupakan lulusan Perguruan Tinggi
c.    Merupakan pelayanan kemasyarakatan
d.    Diakui oleh masyarakat dan pemerintah.
e.    Dalam melaksanakan kegiatan menggunakan teknik/metode ilmiah.
f.     Memiliki organisasi profesi
g.    Memiliki Anggaran Dasar dan Anggaran rumah Tangga (AD/ART).
h.    Memiliki kode etik profesi.
i.      Para anggota(organisasi) selalu ada keinginan untuk memajukan diri
B.    Profesi Bimbingan dan Konseling
Berdasarkan pengertian profesi yang telah diuraikan sebelumnya, apakah bimbingan dan konseling bisa dikatakan sebagai profesi ? Untuk itu, perlu ditelaah pelayanan bimbingan dan konseling terkait dengan ciri-ciri profesi sebagai berikut :
1.  Bimbingan dan konseling dilaksanakan oleh petugas yang disebut guru pembimbing atau konselor (sekolah) yang merupakan lulusan dari pendidikan keahlian yakni Perguruan Tinggi jurusan atau program studi Bimbingan dan Konseling.
2.  Kegiatan Bimbingan dan Konseling merupakan pelayanan kemasyarakatan dan bersifat sosial.
3.  Dalam melaksanakan layanan, guru pembimbing menggunakan berbagai metode dan teknik ilmiah.
4.  Memiliki organisasi profesi, Asosiasi Bimbingan Konseling Indonesia, yang pada saat didirikan tanggal 12 Desember 1975 di Malang dikenal dengan nama Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI) yang juga memiliki AD/ART maupun kode etik.
5.  Da pengakuan dari masyarakat/Pemerintah, seperti tercantum dalam SK Mendikbud No. 25/1995 yang menyatakan bahwa IPBI (saat ini ABKIN) sejajar dengan PGRI dan ISPI. Undang-Undang Nomor 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 1 ayat 6, menetapkan konselor sebagai salah satu jenis kualifikasi pendidik.
6.  Para anggota profesi Bimbingan dan Konseling memiliki keinginan untuk memajukan diri baik wawasan pengetahuannya maupun ketrampilannya, yakni melalui kegiatan seminar, pelatihan, workshop, atau pertemuan ilmiah lainnya.
C.    Kilas Balik Profesi Konselor di Indonesia
Sejarah kelahiran layanan Bimbingan dan Konseling di lingkungan pendidikan di tanah air dapat dikatakan tergolong unik. Terkesan oleh layanan Bimbingan dan Konseling disekolah-sekolah yang diamati oleh para pejabat pendidikan dalam peninjauannya di Amerika Serikat sekitar tahun 1962, beberapa orang pejabat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengintruksikan dibentuknya layanan Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah menengah sekembalinya mereka di tanah air. Kriteria penetapan konselor ketika itu tidak jelas dan ragam tugasnyapun sanat lebar, mulai dari berperan semacam “ Polisi Sekolah “ samapai dengan mengkonversi hasil  ujian untuk seluruh siswa disuatu sekolah menjadi skor standar
Pada awal dekade 1960-an LPTK-LPTK mendirikan jurusan-jurusan untuk mewadai tenaga-tenaga akademik yang akan membina program studi yang menyiapkan konselor yang dinamakan jurusan Bimbingan dan Penyuluhan, dengan program studi yang diselenggarakan pada 2 jenjang yaitu jenjang Sarjana Muda dan masa belajar 3 tahun, yang bisa diteruskan ke jenjang Sarjana degan masa belajar 2 tahun setelah Sarjana Muda. Program studi jenjang Sarjana Muda dan Sarjana dengan masa belajar 5 tahun ini yang kemudian pada akhir dekade 1970-an dilebur menjadi S-1 dengan masa belajar 4 tahun. Pada dekade 1970-an itu pula mulai ada lulusan program Sarjana (lama) di bidang Bimbingan dan konseling, selain itu juga ada segelintir tenaga akademik LPTK lulusan perguruan tinggi luar negeri yang kembali ke tanah air.
Kurikuluk 1975 mengarahkan layanan Bimbingan dan Konseling seabagai salah satu dari wilayah layanan dalam sistem persekolahan mulai dari jenjang SD sampai dengan jenjang SMA, yaitu pembelajaran yang didampingi layanan manajemen dan layanan Bimbingan dan Konseling. Pada tahun 1976, ketertuan yang serupa diberlakukan untuk SMK. Dalam kaitan inilah, dengan kerja sama jurusan Bimbingan dan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP Malang, pada tahun 1976 Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menyelenggarakan pelatihan dalam penyelenggaraan pelayanan Bimbingan dan Konseling untuk guru-guru SMK yang ditunjuk. Tindak lanjutnya memang raib ditelan oleh waktu, Karena para Kepala Sekolah kurang memberikan ruang gerak bagi alumni pelatihan bimbingan dan konseling tersebut untuk memberikan layanan bimbingan dan konseling sekembalinya mereka kesekolah masing-masing.
Untuk jenjang SD, pelayanan Bimbingan dan Konseling belum terwujud sesuai dengan harapan, dan belum ada konselor yang diangkat di SD, kecuali mungkin di sekolah swasta tertentu. Untuk jenjang menengah, posisi konselor diisi  seadanya termasuk, ketika SPG di-Phase out mulai akhir tahun 1989, sebagian dari guru SPG yang tidak diintegrasikan ke lingkungan LPTK sebagai dose Program D-II PGSD, juga ditempatkan sebagai guru pembimbing, umumnya di SMA.
Meskipun perundang-undangan belum memberikan ruang gerak, akan tetapi karena didorong oleh keinginan kuat untuk memperkokoh profesi konselor, maka dengan dimotori oleh para pendidik konselor yang bertugas sebagai tenaga akademik di LPTK-LPTK, pada tanggal 17 Desember 1975 di Malang didirikan Ikatan petugas Bimbingan indonesia(IPBI), yang menghimpun konselor lulusan program Sarjana Muda dan Sarjana yang bertugas disekolah dan para pendidik konnselor yang bertugas di LPTK.
Denga diberlakukannya kurikulum 1994, mulailah ada ruang gerak bagi layanan ahli bimbingan dan konseling dalam sistem persekolahan di Indonesia, sebab salah satu ketentuannya adalah mewjibkan tiap sekolah untuk menyediakan 1 (satu) orang konselor untuk setiap 150 peserta didik


Share:

No comments:

Popular Posts

Recent Posts