Sejarah Munculnya
Firqah-Firqah dalam Islam
Timbulnya aliran-aliran teologi Islam tidak terlepas
dari fitnah-fitnah yang beredar setelah wafatnya Rasulullah
Saw. Setelah Rasulullah Saw wafat peran
sebagai kepala Negara digantikan oleh para
sahabat-sahabatnya, yang disebut khulafaur Rasyidin
yakni Abu Bakar, Umar bin Khatab, Utsman bin Affan,
dan Ali bin Abi Thalib. Namun, ketika pada
masa Utsman bin Affan mulai timbul adanya
perpecahan antara umat Islam yang
disebabkan oleh banyaknya fitnah yang timbul pada masa
itu. Sejarah mencatat, akibat dari banyaknya fitnah yang timbulkan pada masa
itu menyebabkan perpecahan pada umat Islam, dari masalah politik sampai pada
masalah teologis.
Awal mula perpecahan
bisa kita simak sejak kematian Utsman bin Affan r.a. Ahli sejarah
menggambarkan ‘Usman sebagai orang yang
lemah dan tak sanggup menentang ambisi
keluarganya yang kaya dan berpengaruh itu
untuk menjadi gubernur. Tindakan-tindakan yang dijalankan Usman ini
mengakibatkan reaksi yang tidak menguntungkan bagi
dirinya. Sahabat-sahabat nabi setelah melihat
tindakan Usman ini mulai
meninggalkan khalifah yang
ketiga ini. Perasaan tidak senang akan kondisi ini
mengakibatkan terjadinya pemberontakan, seperti adanya lima
ratus pemberontak berkumpul dan kemudian
bergerak ke Madinah. Perkembangan suasana di
Madinah ini membawa pada pembunuhan Usman oleh
pemuka-pemuka pemberontak di Mesir ini.
Setelah Usman wafat Ali sebagai calon terkuat menjadi
khalifah keempat. Tetapi segera ia mendapat
tantangan dari pemuka-pemuka yang ingin
pula menjadi khalifah, terutama Talhah dan
Zubeir dari Mekkah yang mendapat sokongan
dari Aisyah. Tantangan ini dapat dipatahkan
Ali dalam pertempuran yang terjadi di Irak
tahun 656 M. Talhah dan Zubeir mati
terbunuh dan Aisyah dikirim kembali ke Mekkah.[1]
Tantangan kedua
datang dari Mu’awiyah, Gubernur Damaskus dan keluarga dekat Usman. Ia menuntut
Ali supaya menghukum pembunuh- pembunuh Usman, bahkan
ia menuduh bahwa Ali turut campur
dalam soal pembunuhan itu. Dalam pertempuran
yang terjadi antara kedua golongan ini di
Siffin, tentara Ali mendesak tentara Mu’awiyah
sehingga yang tersebut akhir ini bersiap-siap
untuk lari. Tetapi tangan kanan Mu’awiyah
Amr Ibn al-’As yang terkenal sebagai orang licik minta
berdamai dengan mengangkat al-Quran keatas. Qurra’ atau syi’ah yang ada dipihak
Ali mendesak Ali untuk mnerima tawaran itu dan dicarilah perdamaian dengan
mengadakan arbitase. Sebagai pengantara diangkat dua orang, yaitu
Amr Ibn al-‘As dari pihak Mu’awiyah dan Abu Musa al-Asy’ari dari pihak Ali.
Dalam pertemuan mereka, kelicikan Amr mengalahkan perasaan takwa Abu Musa.
Sejarah mengatakan bahwa keduanya terdapat pemufakatan untuk
menjatuhkan kedua pemuka yang bertentangan, Ali dan Mu’awiyah.Tradisi
menyebutkan bahwa Abu Musa terlebih dahulu mengumumkan kepada
orang ramai putusan menjatuhkan kedua
pemuka yang bertentangan itu. Berlainan dengan apa yang telah disetujui,
Amr mengumumkan hanya menyutujui penjatuhan Ali
yang telah di umumkan Abu Musa, tetapi
menolak penjatuhan Mu’awiyah. Peritiwa ini merugikan bagi Ali dan menguntungkan
bagi Mu’awiyah. Khalifah yang sebenarnya adalah Ali, sedangkan Mu’awiyah
kedudukannya tak lebih dari Gubernur daerah
yang tak mau tunduk kepada Ali sebagai khalifah. Dengan adanya
arbitase ini kedudukannya telah naik menjadi khalifah yang tidak resmi.
Sikap Ali
yang menerima dan mengadakan arbitase ini, sungguhpun dalam
keadaan terpaksa, tidak disetujui oleh sebagian tentaranya. Mereka
berpendapat bahwa hal serupa itu idak
dapat diputuskan oleh arbitase manusia. Putusan hanya
datang dari Allah dengan kembali kepada hukum-hukum yang ada dalam al-Quran. La
hukma illa lillah (tidak ada hukum selain hukum dari Allah) atau la hakama illa
Allah (Tidak ada pengantar selain dari hukum Allah), menjadi semboyan mereka.
Mereka
memandang Ali telah berbuat salah, oleh
karena itu mereka meninggalkan barisannya. Golongan mereka inilah
dalam sejarah islam terkenal dengan nama al-Khawarij, yaitu orang yang keluar
dan memisahkan diri. Karena memandang Ali bersalah dan berbuat dosa, mereka
melawan Ali. Ali sekarang menghadapi dua musuh,
yaitu Mu’awiyah dan Khawarij.karena selalu
mendapat serangan dari kedua pihak ini Ali
terlebih dahulu memusatkan usahanya untuk
menghancurkan Khawarij. Setelah Khawarij kalah
Ali terlalu lelah untuk meneruskan
pertempuran dengan Mu’awiyah.
Mu’awiyah tetap berkuasa di Damaskus dan setelah Ali wafat ia
dengan mudah dapat memperoleh pengakuan sebagai khalifah umat Islam pada tahun
661 M.
No comments:
Post a Comment